Selasa, 20 November 2012

Traveling Addictive 3 – Church dan bangunan Tua

Menjadi traveler tuch menjadi impianku sejak dulu, apalagi setelah “virus” Trinity menjangkitiku. Ketiga episode buku Trinity sudah aku lahap, buku-buku traveling yang lain juga sudah aku selesaikan, terakhir adalah Oktober 2010 aku menyelesaikan buku “99 Cahaya di Langit Eropa”. Buku yang mengenai perjalanan Hanum di benua biru ini membuatku ingin mengikuti jejaknya. Karena buku Hanum tidak hanya memberikan cerita perjalanan biasa namun memberikan lebih dari inspirasi dan mencari nilai-nilai islami disetiap perjalanannya.
Perjalanan memiliki nilai tersendiri bagi penikmatnya, sebuah perjalanan akan memberikan lukisan dan gambaran tersendiri bagi siapa saja yang melakukannya. Karena tiap individu memiliki point of view masing-masing dan memiliki caranya sendiri-sendiri menilai sesuatu.
Perjalananku dimulai ketika pertama menginjakkan kaki di benua biru, tepatnya sebuat Negara paling utara, Negara Portugal dibulan Agustus akhir. Pada saat itu, cuaca begitu cerah hingga panas. Bahkan lebih panas dari Jakarta. Namun udaranya tidak sepengap Jakarta, karena angin selalu bertiup sepoi-sepoi dan segar. Namun demikian, ketika berjalan lama dibawah matahari akan membuat kulit terbakar juga karena panas. Hari-hari pertama kumulai menjajaki sebuah kota di Portugal, yang pertama aku lihat adalah banyaknya bangunan tua di mana-mana, kotanyapun jadi kota tua. Kalau membayangkan jadi ingat semarang bawah di bagian dekat stasiun tawang, semua bangunannya seperti itu. Jalanannyapun sama, ditata rapi batu-batu kecil berjajar dan bersih.
Bangunan tua menghisasi semua sudut kota namun banyak juga ditemui gereja dimana-mana. Gereja hampir setiap blok ada, bahkan ada gereja besar-besar yang berdampingan. Baru hari pertama jalan-jalan aku sangat takjub melihat megahnya dan besarnya bangunan gereja tua ini. Besar dan angkuh kulihat. Dengan dindingnya yang dingin, lantainya yang dingin dan suasanyanya yang sunyi senyap berasa semakin dingin dan mencekam. Baru di eropa (Portugal) ini aku merasakan masuk ke gereja, karena penasaran juga apa sich isi bangunan segede itu. Ternyata didalamnya banyak lukisan dan patung-patung. Entah apa maksudnya, namun aku foto-foto saja.
Begitu seringnya jalan-jalan dan yang dilihat adalah gereja tua, semakin lama-semakin bisa mengenali gaya gerejanya kok seperti bangunan masjid? Pertama melihat lengkungan setengah lingkaran dinding gereja, langsung bisa merasakan sepertinya ada yang aneh. Banyak gereja yang atapnya mirip seperti kubah, dinding gereja dan tiang-tiang penyangganya yang sangat menyerupai masjid membuatku iseng melakukan sebuah eksperimen.
Dengan bantuan gadget aku coba mengecek arak mata angin (kompas) yang bisa menunjukkan dimana letak kakbah. Alangkah terkejutnya ketika kenyataan yang aku dapatkan adalah arak kiblat sesuai dengan arah gereja ini berdiri. Disana sangat tampak sekali bentuk mighrab berdiri kukuh dengan tiang-tiang penyangganya yang melengkung-melengkung khas masjid. Namun ini baru gereja pertama, mungkin hanya kebetulan saja pikirku.
Perjalanan yang kulakukan ke Faro memberikanku sebuah petunjuk lain mengenai arah mata angin. Faro berada di dekat semenanjung Iberia, yang semua tahu bahwa melalui semenanjung inilah dahulu Islam memasuki benua Eropa. Dan ketika kami city tour di Faro, kami berkunjung ke kota tua dan menemukan dinding-dinding bangunan yang sangat khas timur tengah, melengkung setengah lingkaran (seperti tapal kuda) hanya sayangnya diatas atap sudah berdiri simbul sebuah agama lain.
Bangunan ini sekarang menjadi sebuah gereja di Faro, bangunan yang sudah ditambahkan berbagai ornament khas sebuah agama non islam ini sebenarnya masih dijaga keasliannya. Jadi bagi umat muslim, hal ini sangat mudah dikenali bahwa dahulunya bangunan ini adalah masjid. Iseng aku keluarkan gadgetku lagi dan aku cek arah kiblat. Dan hatiku bergetar ketika arah kibat benar-benar menunjuk kea rah mighrab yang sekarang sudah penuh berisi patung dan lilin.
Aku sentuh tiang penyangga yang berdiri tegap, kupandangkan mataku kelangit-langit bangunan ini, lengkungan itu, dan empat tiang penyangga khas bangunan masjid. Menara tempat panggilan adzan dan bangunan support pelataran masjid yang dipenuhi dengan pohon-pohon jeruk.
Mungkin yang sangat kita kenal dan kita ketahui selama ini adalah kondisi masjid di Ahambra yang sudah beralih fungsi menjadi gereja cathedral. Namun kemungkinan hampir seluruh masjid yang dahulunya dibangun di semenanjung Iberia, negeri handalusia, sudah diubah fungsi menjadi gereja. Mereka menambahkan ornament dan berbagai sentuhan lain. Namun buatku, hal itu tidak menghilangkan cirri khas sebuah masjid. Entahlah…mungkin hal ini bisa jadi salah, namun demikian kenyataan yang aku lihat berkata lain membuatku semakin ingin mendapatkan hal-hal lain yang membuatku semakin percaya bahwa dahulunya Islam pernah memberikan cahanya di benua ini.
Andai saja hal itu masih berlanjut hingga sekarang, mungkin aku akan dengan mudah menemukan masjid di Portugal ini, aku akan mendengar seruan adzan setiap kali waktu sholat. Dimana-mana, akan aku lihat anak-anak kecil berlalian membawa peralatan sholat dan menghapal alquran.
Namun kenyataan sekarang adalah. Bangunan-bangunan yang sudah diubah fungsinya itu berdiri angkuh menjadi tempat yang tak terpakai, hanya menyisakan keusangan dan kegersangan saja. Tidak ada yang menggunakan. Hanya sebatas petugas resepsionis yang akan dengan senang hat menjelaskan kepada turis-turis yang datang dan mereka mengangguk-anguk menerima penjelasan yang entah itbenar atau sengaja ditutup-tutupi. Entahlah…sejarah telah dirubah atau memang sudah berubah, hanya waktu yang tahu. Dan kenyataan sekarang adalah, bukannya anak-anak mengkaji dan menghapal alquran. Lebih-lebih pergi ke tempat ibadah mereka. Namun yang ada adalah, mereka berkumpul setiap malamnya disebuah bar, tertawa dan berjoget mengikuti alunan music yang diputar kencang-kencang. Tidak hanya anak-anaknya, bahkan orang tua dan yang lanjut usia. Mereka lebih mendewakan tempat-tempat itu dari pada mengisi hari-hari mereka dengan sesuatu yang lebih penting.
Kenyataan yang lain adalah, hanya sebuah basemant atau lantai paling bawah dari sebuah apartemen yang digunakan sebagai masjid. Namun Alhamdulillah, dan insyaAlloh ini tidak akan mengurangi kekhusukan kami, umat muslim, menjalankan ibadah di benua biru ini. Ya Alloh…hanya Engkaulah yang tahu, Sang pembolak-balik hati..dan sang penentu sesuatu. Semoga suatu hari, mereka tahu yang sebenarnya telah mereka lakukan.

Tidak ada komentar: