Senin, 08 April 2013

Clinical Practice

Setelah liburan 2 minggu (Semana Santa Holiday ++) akhirnya clinical practice di sebuah rumah sakit di pusat kota Asturias, Spain pun berlanjut. Kalau sebelumnya saya mendapatkan pengalaman banyak di general intensive care, saat ini saya mengajukan diri untuk mencari pengalaman di respiratory intensive care. Saya katakan mengajukan diri karena sebenarnya di unit ini memang tidak di jadwal untuk route clinical practice kali ini. Route sebenarnya adalah General Intensive Care Unit, Cardiac Intensive Care, dan Emergency Care Unit. Pada waktu itu kepikiran untuk mengambil respiratory intensive care unit karena dismester tiga nantinya pengen ambil simutation dibagian respiratory care.
Dan jadilah saya mendapat kesempatan untuk berpraktek di unit ini. Unit ini dinamakan Unit Silicosis. Silicosis sendiri merupakan sebuah penyakit paru-paru khas dari Asturias, menurut cerita dulunya terjadi lonjakan kasus silikosis yang cukup signifikan disini. Makanya, sebagai Teaching hospital, RS ini kemudian mendirikan sebuah institute silicosis. Silicosis sendiri merupakan sebuah penyakit paru-paru yang tanda dan gejalanya mirip dengan penyakit paru obstructive kronis (COPD). Hanya saja penyebabnya saja yang berbeda.
Mungkin karena jaman silicosis sudah terjadi dulu banget, jadinya unit ini sekarang hanya merawat pasien-pasien dengan COPD biasa yang non silicosis cases. Ya sudahlah..tidak apa-apa. Pikirku dalam hati.
Unit respiratory intensive care di institute silicosis didesign dengan ruangan kubikle, berbentuk box-box. Alias satu pasien-satu ruangan. Design intensive care yang aku sukai. Banyak pendapat mengatakan bahwa dengan design ini maka pencegahan infeksi nosokomial akan terkendali bahkan ada yang berpendapat bahwa dengan design seperti ini pelaksanaan tugas perawat terhadap pasien menjadi focus, bisa memaksimalkan patient centered care, menjaga privacy antar pasien dan memberikan ruang lebih bagi keluarga untuk berpartisipasi dalam perencanaan program perawatan maupun memaksimalkan dukungan keluarga.
Yap, walaupun banyak kelebihan dan kekurangannya, system kubikle ini sudah sering saya baca dan dalami ketika masih bekerja di sebuah RS ber akreditasi internasional dibilangan Bumi Serpong Damai Tangerang. Jadi design ini sudah tidak asing bagi saya. Saya tidak ingin membahas banyak mengenai system kubikle ini, karena ingin rasanya suatu saat menjabarkannya lebih gamblang dalam sebuah tulisan ilmiah, inginnya… Namun jika tidak kesampaian, semoga ada generasi yang tergerak untuk mendalaminya lebih focus.
Kembali ke kegiatan clinical practice, lagi-lagi para staf disini menerimaku dengan senyum ramah dan tangan terbuka. Terlepas karena saya mahasiswa internasional yang berasal dari “far-far away island” dibelahan bumi antah barantah. Namun aku merasakan eneergi yang berbeda ketika memasuki ruangan intensive care, ketika mulai menyapa mereka, ataupun ketika berpraktek bersama mereka.
Membandingkan ada kalanya dinilai negative, namun masih terngiang dikepala ketika dulu sekali mendapatkan kesempatan berpraktek di rumah sakit pusat rujukan di jawa tengah, ketika itu saya sedang menyelesaikan program sarjana keperawatan. Disaat deraan rasa ingin tahu yang berlebih, dan rasa penasaran dan juga kebingungan karena jembatan antara akademik dan klinik terasa dalam dan curam. Namun yang terjadi adalah kelelahan dan dianggap tambahan “sumber daya manusia”. Masih terngiang sekali di telinga ketika kami ber 5 serombongan kelompok tiga memasuki sebuah ruangan praktek. Dan ada seseorang nyeletuk “wah…banyak perbantuan..syukurlah, pas pasien banyak nech”. Gubrak…dalam hati sangat dongkol sekali. Kami ini lagi butuh banyak bimbingan, lagi butuh banyak input ilmu-ilmu yang bermanfaat, bukannya dianggap sebagai antek-antek yang bisa disuruh-suruh.
Jadi, mengambil contoh diatas bukan bermaksud untuk membandingkan, hanya sekedar ingin sharing apa yang saya rasakan selama menjalani clinical practice di belahan negara lain.
Ach, sudahlah. Itu masa lalu. Pastinya saat ini sudah berubah.
Kita kembali saja ke pengalaman clinical practice saya saat ini. Walaupun saya master student, dengan background pengalaman kerja diruang icu sebelumnya. Namun bukan hal yang aneh jika saya masih merasa wiga-wigi ketika memegang pasien. Maklum saja ini di konteks internasional, hubungan dua negara bisa pecah kalau saya melakukan kesalahan dalam praktek klinik ini. Halah..lebay…hehehe
Tidak seperti itu sebenarnya, ketika memasuki ruangan. Sebelumnya saya diterima oleh seorang head nurse, yang kemudian memberikan seragam untukku pakai sehari itu. Seragamnya tidak dibedain dengan seragam perawat-perawat maupun staf yang ada di situ. Semua sama tak ada bedanya.
Setelah itu saya dianter ke perawat yang akan menjadi guideku selama seharian. Karena saya tidak bisa bahasa local, jadilah saya dicarikan perawat yang bisa berbahasa inggris. Seperti biasanya. Perawat inilah yang akan mem-preceptor-i saya seharian penuh. Semua dilakukan dengan penuh senyum, jabat hangat, bahkan tak jarang yang cipika-cipiki, menanyakan nama, dari mana asalnya. Sambutan yang hangat sekali.
Disela-sela praktek tak jarang yang menanyakan “bagaimana hari ini? Suka? Seneng? “ dan pastinya aku jawab dengan senyum dan bilang sangat suka.
Preceptor yang akan menjadi guideku seharian penuh, aku rasakan sangat terlatih. Entah sudah ada pelatihan khusus sebelumnya atau belum, namun bagaimana mereka memposisikan disi terhadap mahasiswa yang sedang belajar sangat prosesional. Mereka akan tampak “sedih” atau “kecewa” jika seharian mahasiswanya tidak mendapatkan apa-apa. Mereka seakan menyiapkan diri. “wah, ada mahasiswa yang akan bersama saya, apa yang harus saya tularkan atau ajarkan hari ini ya?” jadi tak jarang jika mereka kemudian memberikan jurnal-jurnal bahan bacaan yang berkaitan dengan pasien, berkaitan dengan hal-hal yang kutanyakan, ataupun penjelasan setiap tindakan maupun perencanaan dalam satu shift ini.
Itulah, ketika clinical practice ini menjadi sebuah ladang pentransferan dan kaderisasi. Masih terngiang seorang perawat memberikan komentarnya mengenai “orienteer” yang di preceptorinya hari ini.
“Saya sedang bekerja dengan orienteer saya, dia adalah generasi perawat untuk berikutnya, maka menjadi tanggung jawab saya untuk mengajarkan hal-hal yang bermanfaat dan baik buat dia. Karena ketika dia mendapatkan manfaat maka dia akan menjadi perawat yang baik untuk melanjutkan profesi ini”
Ach…indahnya jika semua perawat pembimbing berkata seperti itu. Ketika di cetak dengan cara yang indah, dengan tangan-tangan yang professional, maka generasi selanjutnya akan berkelanjutan. Memperlakukan penerusnya dengan baik. Sesuai nilai kaderisasi. Bukan tambahan “SDM”

Jumat, 15 Februari 2013

Traveling Addictive 5 - Hostel

Mengawali menyalurkan keinginan terpendam untuk jalan-jalan ke LN akhirnya terwujud juga setelah kesempatan sekolah yang aku dapatkan di Eropa ini. Perjalanan liburan tahun baru selama 2 minggu kemarin (2012) saya lakukan ke 3 negara, belanda-belgia-paris. Selama 12 hari, saya habiskan waktu keliling menyambangi kota-kota di 3 negara tersebut. Karena ini pertama kalinya mencoba ber-traveling, persiapan sebisa saya lakukan sematang mungkin, persiapan baik rencana perjalanan, tempat-tempat yang akan di kunjungi, penginapan, transportasi yang di gunakan, saya susun sedemikian rupa supaya mempermudah perjalanan ini.
Urusan penginapan menjadi hal yang sangat penting saya persiapkan jauh-jauh hari karena mengingat liburan akhir tahun ini kata temen-temen kadang pihak hostel menaikkan harga untuk mendongkrak pendapatan. Akhirnya aku booking hotel jauh-jauh hari sebelumnya. Berbekal informasi dari beberapa teman yang sudah melakukan perjalanan sebelumnya, akhirnya aku diberikan website yang katanya kalau beruntung bisa mendapatkan hotel yang murah tapi bagus.
Booking.com dan hostelword.com saya ublek-ublek sampai mata pedes…disana tersedia informasi banyak penginapan yang ditawarkan. Mulai dari yang kelas atas hingga kelas bawah. Semua lengkap dengan informasi nama hostel, alamat, petunjuk arah, peta lokasi, fasilitas yang ditawarkan hingga foto-foto ruangan didalam hotel maupun hostel tersebut.
Kebetulan perjalanan kali ini saya lakukan bersama dua orang teman lainnya, satu perempuan dan satunya lagi laki-laki. Akhirnya saya putuskan untuk membooking hostel-hostel yang menyediakan kamar mix dormitory. Mix disini berarti didalamnya boleh cowok maupun cewek, bebas. Hal ini saya lakukan juga karena setelah mempertimbangkan harga, ternyata hostel dormotiry jatuhnya lebih murah dibandingkan yang lain.
Melakukan booking yang hanya melihat pemaparan via tulisan dan gambar-gambar di internet serta kadang sedikit tanya jawab via email ke pengelola hostel, menjadikan seperti membeli kucing dalam karung. Ada harap-harap cemas semoga hostel yang di booking memang memiliki fasilitas sebagus yang di paparkan dan ditunjukkan di gambar-gambar tersebut.
Berbekal print-print’an tanda booking yang disitu tercantum nama siapa yang booking, fee tanda jadi dan besaran sisa euro yang harus dibayar serta direction bagaimana menuju ke hostel tersebut. Misalnya, dari setasiun central A kemudian kamu naek metro subway jalur C, turun di stasiun B, keluar ganti bus no 26, turun di halte D, jalan lurus kearak gedung tertinggi di kanan jalan, maka anda akan menemukan hostel X dibelakang gedung tersebut. Seperti itu barangkali salah satu contoh petunjuk yang mereka berikan. Dan kadangkala mereka (pihak pengelola hostel) juga memberikan beberapa alternative lain.
Dalam hal petunjuk arah ini, sebaiknya di ikuti saja baik-baik, karena saya punya pengalaman tidak mengikuti petunjuk arah yang ternyata jalannya jadi jauh. Ceritanya seorang temen memiliki gadget apple yang sudah di install aplikasi GPS, jadi bisa mendeteksi keberadaan dan arah hostel, jadilah kemudian kami tidak memperdulikan petunjuka arah dari hostel yang diberikan, namun kami memberikan tanda pada hostel yang kami temukan di GPS tersebut dan mengikuti jalan yang kami tentukan sendiri. Sampai di hostel sich hostel yang bener, namun jauhnya itu gak ketulungan….hehehe alias muter-muter gak jelas gitu, padahal dengan bawaan tas ransel ala backpaker’an yang Gedhe dan berat….
Selama 12 hari perjalanan saya, setidaknya ada 9 hostel dan 2 hotel saya inapin. Dari 11 tempat penginapan tersebut harganya bermacam-macam, dari 19 – 34 euro. Dan semuanya memiliki cirri khas dan kelebihan disamping kekurangannya masing-masing. Ada hostel yang di belanda (Amsterdam), harganya cukup terjangkau, 19,5 euro. Di daerah Slotermeerlaan 131, Amsterdam, Netherlands, namane hotel slotania. Di hostel ini banyak sekali menyediakan sarapan paginya, banyak pilihan roti, dan aneka macam selai, jus buah, telur, daging-dagingan, dan susu. Pikirku karena aku gak ngambil daging, akupun ngambil telur 4 dan roti, susu, serta jus buah. Itung-itung gak mau rugi, jadi sarapan pagi benar-benar kenyang telur. Hehehehe. Eh lihat temenku, ternyata dia makan telur 5 butir… jadi, gak nyesel dech di hostel ini. Selain menu makan tersebut, hostel ini kamarnya bersih dan sudah lengkap segala macam handuk, kamar mandi didalam, sprei, sudah tertata rapi siap pakai.
Lanjut ke kota lain masih dibelanda (Utrecht) walaupun harganya 20 euro/kepala/malam, ternyata hostelnya jauh banget dengan hotel/hostel yang pertama. Ini benar-benar hostel. Dengan 14 tempat tidur, dalam satu mix dormotiry, kasihan juga lihat temenku yang perempuan, namun bodo amat, dia bilang enjoy-enjoy saja, karena sudah terlanjur, apa mau dikata. Kelebihan di hostel ini kami diberikan menu makan pagi, makan siang masak sendiri, dan makan malam juga disediakan, namun masak sendiri. Akhirnya, berbekal kemampuan masak-masak di asrama Portugal, akhirnya kamipun tidak mau rugi, masak-masak besar kami lakukan, dan makan sepuasnya. Masak nasi, goreng telur, bahkan kami bela-belain belanja sayur di supermarket hanya demi ngirit gak keluar duit buat jajan di warung makan. Hehehe. Walaupun temenku bilang, kamarnya kayak penjara namun dengan adanya fasilitas makan-makan sepuasnya masak sendiri ini kami menilainya sangat menguntungkan.
Berbekal pengalaman dengan dua hostel tadi, ternyata apa yang aku rasakan booking hostel seperti membeli kucing dalam karung itu benar adanya, saat akan pindah ke hostel berikutnya, hati ini penuh tanya. Seperti apa gerangan hostel yang akan kami inapin malam ini, baguskah? Nyamankah? Hangatkah? Dan berbagai pertanyaan lainnya.
Jadi, setelah sampai di hostel yang di tuju barulah kami biasanya akan merasa tenang dan bisa membandingkan dengan harga yang ditawarkan. Bahkan berkali-kali kami tertawa bersama di dalam kamar ketika menemukan hostel yang benar-benar jadulm engap, bau, tanpa spei, selimut buluk dan kamar mandi sharing di luar. Padahal ini jelas-jelas hostel yang direkomendasikan oleh seorang kawan. Alhamdulilahnya, disebelah hostel ini ada toko halal. Jadi mungkin itu nilai lebihnya.
Hotel yang paling mahal kami inapin kemarin adalah di Paris, memang hotel walaupun bintang 3. Dengan 3 tempat tidur, didalamnya, jalan kaki 15 menit ke Eiffel namun harganya 34 euro, tanpa sarapan pagi. Harga yang pantas, karena kami bisa menikmati menara Eiffel dari dekat.
Sehari sebelum hari terakhir perjalanan, seorang teman yang bertanggung jawab di paris, sudah membooking hotel yang memiliki fasilitas laundry, ide yang bagus dan sangat membantu. Jadi, kami semalaman setelah lelah jalan-jalan kegiatannya ada mencuci baju-baju kotor yang sejak berhari-hari kami tumpuk dan simpan di tas ransel, hanya butuh tak lebih dari 60 menit, pakaian sudah kering dan wangi. Bahkan seorang teman sempat-sempatnya menyetrika juga.
Jadi, intinya…ketika jalan-jalan kemarin, booking hostel/hotel sebaiknya dilakukan jauh-jauh hari, mencarilah hostel yang memberikan penjelasan maksimal, karena mereka pasti tidak akan bohong dengan penjelasannya. Selain itu, pengalaman saya menunjukkan bahwa sebaiknya carilah hostel yang sudah berstandar “Hosteling Internasional” mungkin ini standarisasi untuk hostel-hostel di seluruh dunia, karena dengan begitu, hostelnya tidak abal-abal seperti yang kami temukan di hari terakhir di Paris. Setiap hostel memiliki cirikhas, kelebihan dan kekurangannya masing-masing, namun penginapan hanya sebatas tempat tidur sejenak melepas penat. Selebihnya kan jalan-jalannya.
Jadi enjoy saja…!!!

Senin, 14 Januari 2013

Memulai Perjalanan

Memulai sebuah perjalanan membutuhkan kesiapan tersendiri, termasuk didalamnya adalah bagaimana memutuskan barang-barang apa saja yang akan dibawa. Karena kadang kala, keputusan ini sangat penting di kemudian hari terutama ketika perjalanan yang akan di lakukan membutuhkan beberapa hari lamanya.
Ketika memutuskan perjalanan kemarin, aku memutuskan hanya membawa tas punggung saja yang berisikan beberapa lembar kaos, satu celana panjang, pakaian dalam dan kaos kaki, namun karena beberapa hal sehingga aku putuskan untuk membawa peralatan laptop dan kabel-kabelnya, mungkin terakhir ini bukanlah peralatan wajib yang harus dibawa karena ternyata membawanya begitu memberatkan. Kemudian ditas punggungku juga aku tambah beberapa alat mandi dan wangi2an. Hanya itu saja.
Perjalanan di benuai Eropa pada musim dingin, khususnya di Belanda ternyata membuatku harus menyiapkan penghangat diri, akhirnya aku putuskan untuk membawa double jacket, dan aku pake sekaligus, sehingga tidak menyebabkan tasku semakin gedhe karena dah cukup di kenakan dan beres. Bahkan karena aku takut kedinginan, akhisnya aku pakai celana double (termasuk thermal), kaos double, kaos kaki, dan jacket double. Akhirnya hangat dech. Mungkin ini salah satu tips pas jalan-jalan di musim dingin, karena pakaian yang dibawa bisa di pakai sekaligus sebagai penghangat. Sampai dibelanda alangkah malangnya aku karena ternyata di Kota Amsterdam hujan sepanjang hari, matahari atau bisa dikatakan bukan matahari karena hanya Nampak langit terang yang dimulai jam 8 pagi dan langit menjadi gelap lagi pas jam 5 sore. Bisa dikatakan hanya 7 jam saja jalan-jalan siang hari, selebihnya jadinya jalan-jalan malam.
Karena hujan yang terus mengguyur, walaupun gerismis kecil-kecil namun menyebabkan basah juga, Alhamdulillah jaketku tidak tembus air, jadi bisa dipakai sebagai jas hujan dech, walaupun karena begitu lamanya jalan-jalan, foto-foto dan menikmati indahnya kota ini menyebabkan celana ikut basah, sepatu dan kaos kaki juga basah. Tapi tetap menyenangkan tentunya.
Hal yang ternyata membuat jalan-jalan di musim dingin dan hujan menjadi menyenangkan adalah adanya penghangat ruangan di setiap hostel yang aku tumpangi, dengan penghangat ini aku bisa mengeringkan pakaian-pakaianku yang basah, bahkan sekalian aku cuci, aku kering-keringkan dan aku balik-bali…hehehehe. Tentunya pas di hostel itu penghuninya tidak banyak, kalau banyak penghuninya aku harus tahu diri, karena hal ini akan menyebabkan udara yang di hirup menjadi bau-bau pakaianku tentunya. Dari hal tersebut, aku bisa bertahan walau dengan beberapa lembar pakaian saja yang aku bawa. Sungguh menyenangkan perjalanan-perjalanan ini, menikmati setiap moment yang tentunya tidak akan terulang lagi, walau kadang kesasar, hilang jalan, terdampar ditengah malam yang super dingin dan hujan, tanpa tahu alamat hostel, mau telpon ke petugas hostel namun provider HP sudah tidak sama, mau tanya orang namun bahasa mereka tidak di pahami karena mereka tidak menguasai bahasa internasional. Dan akhirnya muter-muter hingga menemukan jalur yang sebenarnya, walau sudah 2 jam lamanya dengan tas gendong segedhe gaban, sleeping bag, tas kresek isi makanan, payung yang sudah ringsek di terjang angin, ditengah guyuran hujan di tengah kota Brussel.

Traveling Addictive 4 - Rencana Perjalanan

Merencanakan perjalanan tuch kadang mengasyikkan dan kadang menyita banyak waktu. Rencana perjalanan atau lebih kerennya sering di sebut sebagai itinerary, ini menyangkut detail sebuah perencanaan ketika seseorang ingin mengunjungi suatu tempat.
Membuat itinerary tuch susah-susah gampang, apalagi perginya rame-rame dan harus mengakomodir keinginan banyak orang. Yang satu ingin negara ini dan itu, yang lain pengen mengujungi tempat ini lah, yang lainnya lagi pengen nginep di hotel, yang laennya setuju “ngemper”. Hal tersebutlah yang kadang menjadikan rencana perjalanan batal atau bahkan perjalanan menjadi terasa garing ketika salah satu orang tidak setuju. Namun, demi menghindari batalnya rencana perjalanan, ada baiknya berikan tanggung jawab bagi setiap anggota group perjalanan.
Beberapa hari kedepan, rencananya aku bertiga sama temen2ku ingin menghabiskan liburan akhir tahun mengunjungi beberapa negara. Hal yang pertama kami lakukan adalah menentukan negara tujuan, hampir satu bulan lamanya kami berdiskusi via facebook dan bbm membicarakan negara tujuan. Aku sich yang kebetulan belum pernah jalan-jalan ngikut saja terserah mau kemana, yang penting jalan dan murah. Hehehe…namun tidak sampai disitu ternyata, karena pengalaman kami berjalan bersama ternyata kami kebanyakan menghabiskan waktu hanya untuk jeprat-jepret nggak jelas dan akhirnya satu tempat tujuan membutuhkan banyak waktu hingga tempat yang menarik terlewatkan.
Berpegang dari pengalaman tersebut, kami merencanakan untuk membuat itinerary lebih detail lagi termasuk jadwal panduan berikut waktu kalau perlu menit-menitnya. Sekalian belajar disiplin gitu ceritanya. Satu hal juga yang kami lakukan adalah membagi person in charges (PIC) untuk tiap-tiap negara.
PIC ini akan bertugas untuk mengeksplore negara tujuan sebaik mungkin dan sedetail mungkin, dari mulai tempat-tempat menarik yang wajib dikunjungi, transportasi yang ada di negara tersebut, harga-harga murah hingga makanan dan tempat ibadah. Dengan melakukan hal seperti ini, menjadikan kami tidak sekedar mengandalkan satu pihak namun kami merasa bekerja sama dan saling memiliki tanggung jawab. Kebetulan kami hanya merencanakan mengunjungi 3 negara secara berturut-turut dan setiap negara memiliki PIC masing-masing.
Setelah di sepakati terbentuknya PIC bagi tiap2 negara, dan sepenuhnya tanggung jawab dari detail perjalanan dan booking hostel ditangani oleh PIC masing2 negara. Hal berikutnya yang tentunya wajib dilakukan PIC adalah searching sebaik mungkin dan sebanyak mungkin informasi mengenai negara tujuan.
Rekomendasi yang kami dapatkan pertama yang sebaiknya dilakukan adalah menghubungi kawan-kawan Indonesia yang kebetulan study di negara bersangkutan. Atau langkah terakhir adalah menggunakan jasa pertemanan social yang lain seperti facebook, twitter, atau group2 pertemanan social lainnya.
Bukanlah hal yang mudah menghubungi teman disebuah negara dan mengatakan ingin berkunjung. Bayanganku adalah seperti berkunjung di saat lebaran, “eh gw mau ke t4 loe ya, silaturahmi…” tidak semudah itu. Mereka kadang memiliki urusannya sendiri, atau bahkan mereka juga sedang merencanakan perjalanan diwaktu tersebut. Jadinya, hal yang paling penting dilakukan menurutku adalah bukan meminta tumpangan, tetapi meminta atau mengkonfirmasi hasil temuan detail mengenai tempat tujuan pada seorang teman yang sudah tinggal lama di tempat tersebut. Menurutku akan lebih terlihat kita terlihat benar-benar niat untuk jalan2. Alangkah beruntungnya jika teman tersebut menawarkan tumpangan, tetapi sebaiknya berusahalah mencari hostel yang murah. Walaupun banyak traveler ala backpacker yang sudah memiliki komunitas dan mereka biasanya akan dengan welcome menerima tamu asing bahkan memberikan tempat bagi tamu2nya untuk singgah dan menginap ditempatnya. Hal ini karena mereka saling take and give, suatu saat kalau dia membutuhkan tumpangan berharap diberikan tumpangan juga. Cara seperti ini dapat dilakukan dan bisa di searching di beberapa website mengenai informasi housmate2 dan biasanya membutuhkan waktu paling tidak 1 bulan sebelumnya. Kami tidak menggunakan fasilitas ini karena kami bertiga dan bisa share hostel murah.
Akhirnya, itinerary pun dikumpulkan dari masing-masing PIC, booking hotel disetiap negara sudah dilakukan oleh masing-masing PIC. Sepenuhnya kami saling memberikan rasa percaya atas tanggung jawab PIC tersebut. Dan…waktu jalan-jalanpun tiba. 21 Desember 2012 hingga 3 Januari 2013.

Senin, 07 Januari 2013

Melihat Islam di Semenanjung Iberia

Masih ingatkah berapa lama kehidupan dan cahaya islam menerangi semenanjung Iberia? Atau lebih tepatnya dari abad berapa – abad berapa? Sesuai dengan Wikipedia yang pernah aku baca, antara tahun 711 – 1492 Islam sudah bercaya di bumi Andalusia ini. Hampir 7 abad lebih. Baiklah, aku tidak akan membicarakan mengenai sejarah, karena kadang aku sendiri suka lupa dengan tahun2 bersejarah. Jadi intinya begini, 7 abad islam telah menorehkan sejarah di semenanjung ini. Islam telah menciptakan kemakmuran dan pondasi kehidupan pada tatanan hidup yang lebih baik bagi bangsa eropa utara ini. Katakanlah, setelah abad 15 atau 16 itu islam telah benar-benar dilenyapkan dari semenanjung Iberia. Disana kemudian mulai dibangun banyak gereja. Setiap blok ada gereja. Hal ini hanya ingin menunjukkan bahwa begitu religiusnya penguasa saat itu? Atau hanya ingin menunjukkan kesombongan dan keangkuhan semata? Karena nyatanya, sekarang ini paling banter hanya satu gereja yang masih active sengan jemaahnya yang bisa diitung. Dan bangunan yang lain ditinggalkan begitu saja dengan kedinginan dan keangkuhannya.
Sekarang ini abad 21, kebanyakan warga negara di semenanjung Iberia ini menyatakan dirinya atheis, tidak beragama. Dari kapan mereka menyatakan hal itu? Kembali membuka Wikipedia dan dikatakan bahwa sejak abad 18 di eropa sudah di kenal adanya aliran atheis, dan bisa jadi Portugal dan Spanyol yang sebelumnya adalah semenanjung Iberia juga sudah mengenal atheis.
Jadi kalau dihitung, sejak diusirnya islam di semenanjung Iberia hingga aliran atheis muncul hanya berkisar 2 abad saja. Sebuah realitas yang cukup membuka mata dan hati bahwa ternyata Islam lebih bisa bertahan lama dibandingnya dengan kepercayaan lain.
Sejak abad 18 hingga sekarang hampir 3 abad sudah, dan bahkan orang2 di sini lebih terbuka. Dosenku yang seorang atheis dengan terang2an mengatakan bahwa “saya atheis”. Namun demikian, kenyataan yang terjadi sekarang adalah: setelah 3 abad mereka bertahan dengan pengaruh atheis ini, kebanyakan dari mereka kemudian mencari nilai-nilai kebenaran dan karena merasa ada yang kosong di sanubarinya, hingga kemudian mulai memperdalam ilmu mengenai spiritualitas.
Seperti dosenku di mata kuliah advance clinical nursing, beliau menyampaikan dengan sangat bagus mengenai konsep holistic nursing, dengan konsep Virginia Henderson yang mantap. Dan di akhir kelasnya, beliau menanyakan kepada kami mengenai bagaimana kalian melakukan intervensi keperawatan dengan mempertimbangkan nilai spiritualitas. Professor ini menyampaikan bahwa, saat ini di Portugal khususnya, banyak ilmuwan snagat consider mengenai hal ini. Nilai spiritualitas dipandang sebagai nilai yang bisa menguatkan seseorang di akhir-akhir kehidupannya. Dalam hati aku berkata, harusnya sejak sejak lahir, nilai-nilai spiritualitas sudah ditanamkan Prof, hingga kematian pun nilai-nilai ini akan terus dibawa.

Jumat, 04 Januari 2013

Mobility University-nya Beasiswa Erasmus Mundus

Program beasiswa Erasmus Mundus memberikan kesempatan kepada mahasiswanya untuk kuliah di lebih dari dua universitas dalam satu program. Beasiswa ini memang diidentikkan dengan mobility university. Yang namanya mobility university mahasiswanya diberikan fasilitas akses ke universitas-universitas yang tergabung dalam konsorsium dari setiap program ke Negara yang berbeda. Sebagai contohnya program master emergency dan critical care nursing, anggota university konsorsium-nya adalah University of Oviedo (Spanyol) sebagai coordinator konsorsium, Helsinky Metropolia Applied Science University, Algarve University (Portugal) dan Politechnic of Santarem (Portugal).
Di semester pertama, aku sudah merasakan hal itu. Diawal-awal perkuliahanpun sudah terasa berbeda. Dosen-dosenya dari berbagai universitas tersebut diatas yang mengajar. Ada yang datang langsung tatap muka atau melalui video conference. System signal dan jaringan internet yang memadai dibutuhkan untuk memperlancar program pengajaran seperti ini.
Dengan diberikannya kesempatan untuk menempuh pendidikan diberbagai university yang berbeda dan Negara yang berbeda, memberikan banyak hal yang bisa dipelajari. Seperti system pendidikan, kultur, lingkungan, bahasa, dan masih banyak lagi. Bahkan sejarah dari setiap tempatpun dipaparkan.
Hal yang menarik lainnya adalah misalnya pindah universitas maka diwaktu awal-awal yang dilakukan oleh pihak sekolah adalah memberikan kesempatan kepada mahasiswanya untuk jalan-jalan mengeksplore tempat-tempat di daerah tersebut. Bahkan dari sekolah menyediakan bus yang siap mengantar dan menunjukkan tempat-tempat menarik dan bagus. Dosen-dosen pun sangat antusias ketika mengantarkan kami mengunjungi berbagai tempat pariwisata dan mengenalkan kebudayaan, kultur dan sejarah dari kota tua disekitar tempat yang ada.
Tak kalah menariknya adalah sambutan mereka yang selalu mengadakan pesta makan dan minum-minum. Mungkin ini sudah menjadi tradisi di LN untuk menyambut tamu mereka akan mengadakan acara party2 ini. Walaupun bukan menjadi bagian kebudayaanku, namun aku mencoba untuk menghargai undangan dan acara mereka. Walaupun setelah sampai di tempat acara aku tidak bisa ngapa-ngapain (tidak bisa makan, tidak bisa minum karena semuanya diharamkan) namun berkumpul bersama mereka memberikan pengalaman menarik tersendiri.
Untuk beberapa rekan yang ingin mencoba keberuntungan mengikuti program ini, aku ada info dari status seorang teman di FB, ini copy-pastenya.
Untuk pengenalan, apa itu program beasiswa Erasmus Mundus? silahkan kunjungi http://emundus.wordpress.com/, atau langsung cek ke web-nya sambil mempelajari program yg ditawarkan http://eacea.ec.europa.eu/erasmus_mundus/results_compendia/selected_projects_action_1_master_courses_en.php
untuk mendukung semangat, jangan lupa beli buku ini http://emundus.wordpress.com/2011/07/18/beasiswa-erasmus-mundus-the-stories-behind/ dan yang terbaru http://rindupulang.blogspot.com/2012/11/berbagi-rasa-eropa.html dan http://www.youtube.com/watch?v=a5X4f3W-UGQ Selamat mencoba…