Minggu, 26 Juni 2011

Profesor kok Supporting, doang…

Aku terduduk sayu di sofa empuk sebuah ruangan presiden suit sebuah tempat yang sudah terakdreditasi Internasional. Bukan karena tidak tahu harus ngapain di tempat sebagus ini, tapi sumpah gak ada yang bisa dikerjakan. Mending-mending kalo disitu aku berlibur, nah aku disitu tak ubahnya sebagai PRT yang nungguin majikannya sedang tidur!!!

Sebentar kemudian sang majikan terbangun karena BB dia bunyi, dan beberapa saat kemudian aku harus menawarkan dia makan pagi karena harus segera minum obat, selanjutnya menawarkan mandi, gosok gigi, buang air atau kalau perlu pelayanan massage kalee…

Itu sepenggal kisah yang kemarin sempat aku keluhkan pada seorang teman, biasalah…keluh kesah merenungi nasib menjadi bagian dari “supporting profesion”.
Ups, nggak boleh mengeluh. Semua hal yang ada didunia ini sekecil apapun itu pasti ada artinya, semua bagaikan sebuah bangunan, kalo ada satu genteng atap yang bocor pasti seisi bangunan tersebut akan merasa nggak nyaman karena bakalan kebanjiran saat hujan turun.

Tapi sungguh, aku bukan masalah mengeluh itu yang aku kedepankan, tapi masalah bagaimana memikirkan profesi ini kedepannya, mengkritisi apa yang sepenuhnya semua anggota profesi selalu alami.

Aku telah dididik untuk menjadi bagian dari profesi yang sangat mulia, profesi yang katanya akan mendapatkan balasan pahala diakhirat nantinya, ough…betapa menggiurkannya. Namun demikian, apakah hanya karena alasan Akhirat semata kemudian kita tidak berfikir mengenai bagaimana menumbuhkan rasa ke-ber-nilai-an dari profesi ini?

Ke-ber-NILAI-an tidak hanya dipandang dari satu ini, selayaknya pengakuan yang secara comprehensive akan ditanggung oleh profesi yang diunggulkan, tahu sendiri kan? Profesi apa itu….Namun hal ini sudah sepantasnya menjadi bagian terpenting yang dievaluasi dan segera ditindaklanjuti.

Bagaimana mungkin seorang yang hanya melakukan hal-hal sepele seperti itu harus dilakukan oleh seorang ilmuwan hingga professor? Ach…itu kan bisa dilakukan oleh PRT.
Salah kaprah adalah kunci jawaban yang pasti, kenapa hingga kini sebuah profesi agung ini belum menjadi berarti, salah kaprah yang telah dilakukan oleh kita sendiri, salah dalam mendefinisikan dan mengdepankan keilmuan, malah sebaliknya, kita begitu terfokus pada kemampuan fisik, penampilan fisik, kemampuan otot dalam angkat-angkat…tapi nilai kekritisan dan ke-elegan-an NOL besar.

Jadi, perlukan hanya sebagai supporting profession berpendidikan hingga professor?

Senin, 20 Juni 2011

Ada “Calo” dimana-mana

Karena beberapa urusan untuk mengejar dan meraih mimpi, baru-baru ini aku melakukan beberapa aktivitas penting yaitu mengunjungi Kantor Imigrasi untuk mengurus paspor, SKCK di Mabes, legalisir ijazah ke departemen Hukum dan HAM serta Departemen Luar Negeri.

Hampir disetiap tempat yg aku kunjungin tersebut aku bertemu yang namanya “Calo”. Sesui definisinya, Calo adalah orang yg menjadi perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah; perantara; makelar (www.artikata.com).

Pertama dalam pengurusan paspor, seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya, disana aku mencoba menjadi warga Negara yang baik dengan tidak menggunakan jasa Calo. Secara keseluruhan ada 3 tahap saja dalam pengurusan paspor, tiga tahap ini dilakukan dalam selang waktu yang berbeda. Tahap pertama adalah penyerahan berkas, tahap kedua adalah foto, bayar, interview dan tanda tangan paspor, tahap ketiga adalah pengambilan hasil paspor. Tapi pengalamanku ada tahap tambahan yaitu tahap persiapan : membeli formulir. Kenapa jadi ada tahap ini, ya karena tahap membeli formulir tidak bisa dibarengkan dengan tahap pertama. Dimana tahap pertama antrian begitu banyaknya, dimulai dari pagi-pagi buta, berangkat saja jam 5 pagi, nyampe sana jam 06.00 dan sudah banyak yang antri didepan gerbang, padahal kantor imigrasi baru buka jam 08.00….dan ternyata ada pembatasan jumlah pemohon paspor di tiap harinya, berdasarkan pengamatanku, disetiap harinya mereka membatasi hanya 70-85an pemohon saja. Jadi, biar dapet nomor antrian pertama, nginap saja di depan gerbang kantor imigrasi…

Selama pengurusan paspor, masih juga banyak calo lewat belakang. Padahal dengan jelas di situ dipampang spanduk anti Calo. Praktek per-calo-an di kantor imigrasi akan sangat kelihatan pada tahap kedua, yaitu pada proses foto dan interview. Karena disitu akan terjadi yang namanya selang-seling pelayanan. Seringnya diselingi oleh orang-orang yang menggunakan jasa calo ini, mengakibatkan tahap kedua tersebut (khususnya tahap foto + interview) akan terasa lama!!.

Aku sich nggak menyalahkan Calo, dan disini yang akan lebih aku soroti adalah keterlibatan orang dalam dengan para Calo-calo tersebut. Perhatikan saja, Poster terpampang GD2, tapi mereka sendiri yang memberikan “pintu” buat masuknya para calo, mereka sendiri yang memberikan fasilitas khusus dengan memberikan waktu buat menyela antrian dan melayani para konsumennya Calo. Apakah ada imbalan buat mereka? Pastinya..
Seharusnya, jika memang mereka konsisten dengan poster yang dipampang tersebut, mereka tetap akan memperlakukan sama sesuai dengan hak sebagai warga Negara untuk antri dengan tertib tanpa ada penyelaan-penyelaan diantara antrian, serta memberikan apresiasi positive bagi warga yang tidak menggunakan jasa calo. Bukan malah sebaliknya.
Kedua adalah mengenai legalisir ijazah di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, kira-kira departemen ini selain mengurusi masalah legalisasi dokumen ini apa lagi ya? Aku sich gak begitu paham, tapi dari namanya kayaknya bisa ditebak dech.

Pelayanan di departemen ini lumayan canggih, dengan system komputerize, jadi Ijazah akan dilihat (biasanya ijazah harus sudah ditranslate ke dalam bahasa internasional atau bahasa Negara yang akan dituju), kebetulan ijazahku sudah translate dari kampus, dan sudah ditempel serta disahkan oleh dekan, jadi dengan mudah bisa dilacak berdasarkan data dikomputer mereka, apakah stempel dan tanda tangan tersebut asli atau tidak. Syukur dech, stempel dan tanda tangan dari kampus sudah ada di database mereka sehingga pengajuan legalisasiku diterima dengan mudah. Amin….aku jadi ngerasa bangga, untung aku kuliah di Universitas negri (UNDIP), coba ak kuliah di stikes atau poltekes atau universitas-universitas swasta, belom tentu ada didatabase.

Buktinya, temenku yang kuliah disebuah poltekes negeri di Tasikmalaya, stempel dan tanda tangan belum masuk database jadi harus melegalkan dokumen tersebut ke notaries, tapi jangan khawatir karena disana juga disediakan “penjualan” stempel notaries dengan harga Rp. 50.000,-. Kenapa aku katakana penjualan? Karena dengan membayar seharga tersebut, stempel notaries sudah bertengger diijazah kita, padahal nggak diperiksa dokumen tersebut asli atau tidak…(Inilah Indonesiaku..), dan ijazah dengan stempel notaries tersebut bisa dilegalisasi oleh departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Mengenai praktek per-calo-an, di departemen ini sangat-sangat terlihat. Bahkan mereka mengatakan, mereka itu agen atau calo resmi dari departemen, oalah….

Dengan PD-nya mereka para calo menawarkan jasa, disitu memang aku nggak melihat poster atau himbauan untuk menghindari jasa Calo, tapi sebagai warga Negara yang baik, aku bertekad untuk mengurus dokumen sendiri.

Biaya yang ditawarkan sangat-sangat jauh berbeda dibandingkan dengan mengurus sendiri. Satu lembar dokumen mereka (Calo-red) dihargai Rp. 300.000,-…. Wow.!!!, coba bandingkan dengan biaya yang aku keluarkan, beli materai + formulr Rp.11.000,-, biaya legalisir Rp. 25.000,- + Rp. 5000,- lagi untuk materai, jadi total hanya Rp. 41.000,-. Dan apabila ijazah harus “beli” stempel notaries ya tambah saja Rp. 50.000,- dan totalnya nggak nyampe Rp. 100.000,- kan?

Memang sich, ada waktu, tenaga dan biaya transportasi yang dikeluarkan, namun menurutku itu tidak seberapa kok, dibandingkan dengan menjual moralitas bekerjasama dengan para Calo. Itung-itung jalan-jalan..

Yang membedakan lagi, dengan diurus oleh calo maka dokumen akan lebih cepat selesainy, yaitu sehari jadi. Sempat aku tanyakan ke mbak-mbak yang melayani pengurusan legalisasi ini. Sebagai info, mbak-mbaknya berjilbab GD lho, akhwat gitu….tapi sedikit ilfill saja karena ternyata dia membantu proses per-calo-an…(maaf mbak dah berfikir negative, semoga perkiraanku salah…).

“Berapa lama mbak prosesnya?” tanyaku basa-basi, secara aku dah dapet info kalo selesai dalam 3 hari
“Tiga hari mas” jawabnya, disertai senyuman yang manissss banget (jiaaaaaaaaaaa….)
“Kalo pake calo kok bisa satu hari mbak?” tanyaku balek
“O, iya mas, karena prosesnya lain..”
“Maksudnya laen gimana mbak?”
“Ya beda,..” jawabnya pendek
“Tapi tetap melewati mbak kan”
“Ya, saya hanya menerima dan menyerahkan berkas-berkasnya, bahkan saya sering ditegur/dimarahi jika dokumennya nggak lengkap”

Dan si Mbak-mbak berjilbab GD tersebut bilang, kalau lewat calo katane yang mengurusi ada di lantai 3 sedangkan yang prosesnya normal ke lt 8.

“Kalau mas mau ngurus sendiri ke lt.3 juga boleh, tapi saya nggak tau caranya”
Jia………kok bisa gini ya?

“Kan kayak gitu nggak adil mbak, kenapa harus ada dualism gitu???????” ini nggak aku sampaikan, aku dah males n jengah saja membayangkan apa yang terjadi didalam sana. Padahal aku sebenarnya masih ingin menanyakan terkait perbedaan bagian/lantai yang mengurusi

“Nah, terus jika lewat calo yang tanda tangan siapa di lt3? Trus kalo diurus sendiri yang tanda tangan siapa di lt8???? Apa beda orang gitu????”

Ah, mboh…..yang penting dokumenku sudah dilegalisasi…

Kamis, 07 April 2011

Faktor “Kebutaan” yang berinisial “U”


Kebutaan merupakan sebuah proses yang menyebabkan seseorang tidak mampu melihat, biasanya disebabkan oleh kerusakan pada bagian mata (retina), bisa juga disebabkan karena catat bawaan, kecelakaan, terjadinya kerusakan saraf mata, pengkapuran bola mata, tersumbatnya produksi cairan mata, dan sebab yang lain.

Karena mata sering di sebut sebagai jendela dunia, maka ketika seseorang telah kehilangan penglihatannya atau mengalami kebutaan, seringkali akan merasa rendah diri karena tampak menjadi begitu lemah dan hidupnya tidak sempurna lagi. Mungkin hal ini tidak akan terjadi jika seseorang sudah sejak awal mengalami kebutaan (dari lahir sudah buta), namun jika seseorang yang karena beberapa masalah sehingga mengalami kebutaan, tentunya akan mengakibatkan terjadinya perubahan yang drastis yang tentunya berakibat pada psikisnya.

“Eyes is about physic”, yup… mata hanyalah asesoris yang dikaruniakan oleh sang pencipta kepada makhluknya, yang sehingga dengannya seharusnya kita bersyukur, namun ketika mata tidak dikehendaki oleh Nya lagi, maka itu adalah hak sang pencipta. Setidaknya sang pencipta masih mengkaruniai kita juga yang namanya “Mata Hati”. Mata hati yang tidak bisa di lihat, namun akan sangat berpengaruh pada baik buruknya jalan proses kehidupan dijalani.

Dalam sebuah blog seorang teman, pernah saya baca mengenai hubungan erat antara mata dan hati, disana dikatakan bahwa mata adalah pintu masuknya dosa yang melemahkan iman yang bersemayam didalam hati. Mata sebagai panglima hati, sebagai filter masuknya “ke-keduniawi-an” yang akan mempengaruhi hati.

Jadi ketika seseorang mengalami kebutaan mata, sebetulnya dia masih memiliki hati (keimanan hakiki) yang akan menjadi penglihatan batin terdalam sebagai fitrah manusia.

Jadi sekarang mari kita bicarakan mengenai hal yang lebih dalam, yaitu HATI. Secara fitrah, manusia hanya dikaruniai hati hanya satu, jadi tidak ada penggantinya. Hati manusia diciptakan untuk menyaring berbagai sisa metabolisme yang dihasilkan oleh tubuh. Dihati juga akan terjadi penetralan racun-racun yang membahayakan tubuh (deoksidasi), dengan melepaskan zat anti oksidan. Masih banyak juga fungsi-fungsi lain dari hati.

Dari hal ini, kita bisa memahami bahwa hati adalah salah satu organ vital tubuh. Bayangkan saja jika hati mengalami gangguan atau mengalami kerusakan. Tentunya fungsinya akan menurun atau bahkan hilang. Sebagai contoh saja ketika seseorang mengalami Sirosis Hepatis (Sirosis Hati), dimana hati mengalami fibrosis (hati berubah menjadi jaringan-jaringan parut). Salah satu tandanya adalah hati menjadi keras, hati menjadi membesar, tidak adanya enzim-enzim pencernaan yang mengakibatkan orang kebilangan nafsu makan, dan lain-lain. Sangat menyiksa tentunya.

Begitu bermaknanya fungsi hati, sebagaimana telah di tercurahkan dalam sebuah tembang “Jagalah Hati” yang memaknakan bahwa hati tidak hanya berfungsi sebagai pengelola keseimbangan metabolism tubuh saja namun lebih dari itu, hati sebagai mata batin seseorang yang mampu melihat lebih dalam…lebih dalam….. Keimanan, kepekaan, hati yang bersih…

---------------

Bagaimana jika seseorang telah dibutakan hatinya?

Fenomena yang muncul saat ini banyaknya orang-orang yang bisa melihat jelas dengan kedua matanya, namun seakan buta tidak peka terhadap lingkungan sekitarnya, telah mati mata hatinya, telah dibutakan mata hatinya.

Tak ada lagi rasa bersalah, tidak ada lagi rasa takut akan adanya kehidupan sesudah mati, tak ada lagi rasa cemas akan adanya pengadilan yang lebih tinggi dan pengadilan yang seadil-adilnya.

Bukan hanya barang bukti yang akan dengan mudah di buat, bukan hanya skenario-skenario kejahatan yang bisa dibikin dengan mudahnya. Menjungkir balikkan keadaan, memakan apa yang seharusnya bukan menjadi hak miliknya.

Namun, tidak ingatkan bahwa didalam pengadilan akhirat nantinya, barang bukti-barang bukti tersebut tidak bisa direkayasa, tidak bisa di sogok-sogok lagi.

Itulah, betapa menyedihkannya sikap-sikap kita sekarang ini, dengan mata mampu melihat dengan jelas, namun sang filter keimanan telah dibutakan oleh perilaku-perilaku hedonisme kita sendiri.

------------

Kebutaan yang barangkali tidak dapat di lihat, namun sangat jelas bisa dirasakan. Bisa jadi kebutaan ini menjadi kebutaan hakiki yang akan mengerogoti amal kebaikan yang telah kita kumpulkan selama ini. Menghabiskan asset-aset kebaikan yang kita tabung selama ini.

Kebutaan yang hanya disebabkan oleh Uang, pangkat, kedudukan…

Mengingatkanku pada sebuah kasus yang pernah aku dalami, mencoba mencerahkan dan memotivasi diri supaya lebih banyak beristighfar sehingga terhindar dari kebutaan hati karena Uang….naudhubillah….

Jumat, 01 April 2011

Mangkir


Mangkir, dalam kamus bahasa Indonesia ada gak ya? Bentar aku coba cari dulu….
Sesuai definisi yang aku dapatkan dalam artikata.com mangkir diartikan sebagai tidak datang atau absen. Kalo dalam bahasa inggrisnya “Skip”.
Yup, kata ini sudah tidak asing kok aku rasa. Hanya saja, mangkir adalah kejadian yang sangat aku hindari, kenapa? Ya karena mangkir adalah perbuatan yang tidak terpuji (menurutku), perbuatan yang tidak bertanggung jawab dan seenak “wudel”nya sendiri. Tidak datang ke tempat kerja dengan tanpa alasan (definisi menurutku), akan menjadikan citra seseorang terjatuh, tidak memiliki moral responsibility maupun tidak menghargai pekerjaan itu sendiri. Itulah kenapa mangkir menjadi kegiatan yang sangat-sangat aku hindari…
----------------
Kejadian ini menimpaku akhir bulan kemarin, ketika hasil penilaian kelompok, disebutnya sebagai TPO (team performance objective) di publikasikan ke segenap coordinator di berbagai unit ditempatku kerja. Waktu itu kebetulan coordinator unit tempatku belum begitu memahami bagaimana membuka pesan internal tersebut, dan akulah yang membantu dia untuk membukanya.
Betapa terkejutnya aku, ketika hasil penilaian kelompok tersebut sangat jatuh, hanya .....% (sangat-sangat jelek !!!), dikarenakan banyaknya karyawan yang mangkir…..
1. Aku : dicantumkan hasil absensi, terdapat 4 hari total mangkir dalam satu bulan
2. Temanku : dicantumkan hasilnya 7 hari total mangkir…
3. Ada lagi : 1 hari mangkir
4. Temen yang lain : 17 hari mangkir..
Aku langsung protes ke koordinatorku kenapa bisa begini? Aku berani bersumpah, aku tidak pernah mangkir sama sekali, telat datangpun tidak pernah. Yang ada adalah telat pulang !!!, tapi kenapa hasilnya bisa seperti ini?
Waktu itu, aku sangat berterimakasih sekali sama koordinatorku karena dia dengan sigap langsung menindaklanjuti ketidak beresan hasil2 absensi tersebut kebagian yang berwajib (baca : HRD), dan hasilnya adalah, TERJADI KESALAHAN.
Aku tidak begitu tahu dimana letak kesalahannya, tetapi yang jelas, aku sangat kecewa dengan kinerja maupun system yang dipakai sebagai analisa absensi tersebut.
Hal ini dikarenakan akan sangat berefek pada penilaian kelompok, penilaian pribadi maupun penilaian akhir tahun seorang karyawan.
---------
Kemarin2 ini aku menanyakan langsung berkaitan dengan analisa ke-mangkir-an ku ini. Aku tanyakan bagaimana bisa jadwal tertera adalah libur tapi analisa hasil akhir aku disebut2 mangkir??
Jawaban yang tidak mencerminkan perasaan bersalah dan hanya bilang “ya nanti akan kami cek kembali”
Gubrak…..bagaimana bisa begini?
-------------
Pernah mendengar mengenai medication error? Service excellence? Patient safety? Semua itu adalah tuntutan yang diberikan kepada karyawan oleh perusahaan. Namun ketika hak-hak karyawan serasa di penggal, dikebiri dan adanya ketidakjelasan. Apa harus semua kewajiban tersebut masih berlaku juga?

Pesan Tiket Pesawat Online yang bermasalah


Setelah 4 tahun sudah aku tidak pulang kampung dan bersilaturahmi dengan keluarga, akhirnya bulan November kemarin aku putuskan untuk pulang ke rumah juga.
Masih teringat sekali, waktu itu wisuda sarjana tahun 2005 saat aku ditemani oleh kedua orang tuaku dan wisuda profesi tahun 2006 adalah saat terakhir aku bertemu dengan anggota keluargaku. Menggebu-gebu rasa rindu ini menyesakkan dada disetiap saat, cuman diakhir tahun 2005 itu keluargaku memutuskan untuk pindah ke Kalimantan, tepatnya di Kabupaten Kotawaringin Timur (orang-orang lebih mengenalnya Sampit). Jadi semakin jauh lah jarak antara kami. Taka pa, yang penting komunikasi via telpon atau hanya sekedar via short message selalu kami jalin. Jadi Alhamdulillah silaturahmi tetap terjaga.
Setelah bekerja menetap di sebuah rumah sakit di tangerang selama dua tahun, akhirnya aku bisa mengumpulkan libur cuti yang bisa digunakan untuk pulang ke rumah.
Aku putuskan untuk neik pesawat saja, karena setelah aku searching di internet ternyata ada pesawat yang bisa mencapai Sampit. Pilihan naik pesawat karena kalau jalan kaki pasti gak mungkin, naik kapal bakalan berhari-hari nyampe Sampit-nya.
Naik pesawat bukanlan yang pertama kali buatku, tapi ini adalah pertama aku naik pesawat sendiri dan aku urus sendiri.
Setelah hasil searching menunjukkan bahwa ada satu maskapai penerbangan nasional (M = nama burung) adalah satu-satunya maskapai penerbangan domestic yang mencapai Sampit, akhirnya aku coba buka web dari maskapai penerbangan tersebut, dan ternyata benar bahwa disana disebutkan adanya penerbangan tujuan ke bandara H. Asan Sampit dari Cengkareng Jakarta. Tapi sayang tidak setiap hari ada rute penerbangan ke sana.
Tanggal 13 November aku pilih menjadi tanggal pemberangkatanku, saat booking tiket online. Dan tanggal 18 November sebagai tanggal kembali dari Sampit. Aku bersyukur banget tanggal tersebut ada rute penerbangan dari pesawat “M” ini.
Booking sudah aku lakukan, sekarang tinggal bayar tiket via ATM.
Di web tersebut dijelaskan bagaimana tata cara dan peraturan bila seseorang akan melakukan booking via online.
1. Jika 3 jam booking sheet tidak diselesaikan pembayarannya, maka tiket hangus.
2. Pembayaran bisa dilakukan via ATM Mandiri Visa, Klik BCA dan kartu kredit.
Pokoknya, aturan dan langkah-langkah pembayarannya jelas banget.
Pas nyampe di ATM Mandiri, aku ikutin saja langkah-langkah yang disebutkan di web tadi, nah diakhir transaksi disebutkan “Maaf transaksi yang anda lakukan tidak dapat kami proses, untuk lebih jelasnya hubungi call centre”.
Gubrak…..!!! kenapa ini? Akhirnya aku sambangi kantor Bank tersebut yang letaknya disamping ATM. Waktu itu aku bertemu dengan satpamnya saja karena kantor sudah tutup katanya. Aku sampaikan saja masalah yang aku alami, dan kata pak satpamnya kemungkinan karena jaringan ATM yang lagi bermasalah….
Aku hubungi saja call centre bank mandiri, yang nerima customer service aku lupa namanya, tapi malah dia kayaknya bingung karena tidak paham dengan langkah-langkah yang aku lakukan via ATM mandiri, katanya langkahnya tidak begitu…
“Lha kok, gak kompak gini antara Mandiri dan Pesawat “M” ini???”
Duh…gimana neh, aku kan harus booking tiket, takut kehabisan atau kalau bookingnya mepet ntar dapet harga yang mahal.
Hari berikutnya aku booking lagi via online, dan aku coba bayar lagi via ATM mandiri visa. Lagi-lagi masalah yang sama terjadi, bahwa proses transaksi tidak dapat dilakukan.
Jailah…masalah jaringan lagi? Pikirku. ..
Aku sambangi lagi satpam yang sama, aku langsung ceritakan masalah yang sama, dia tetap jawab mungkin jaringan, atau hubungi call centre lagi….
Yah…gak menyelesaikan masalah banget.
-------------------
Akhirnya Aku hubungi saja call centre maskai penerbangan “M” ini dan disarankan booking via call centre ini saja. Memang harganya lebih tinggi dibandingkan dengan booking via online internet, tapi gak papa dech, yang penting dapet tiket buat pulang.
Benar adanya, setelah dapet kode booking dari si mas yang nerima bookinganku, pas aku mau bayar di ATM langsung bisa dip roses…..
“Jiah….ini mah namanya kebohongan terstrukture..” pikirku….
Jadi, intinya : booking via call centre harga lebih mahal, booking via internet walau harga murah tapi tidak bisa dip roses……
“Buang-buang waktu saja…”
TIPS :
Mau naik pesawat murah? Booking saja via call centre, satu tahun sebelum jadwal keberangkatan….