Sabtu, 03 November 2012

Traveling Addictive 1 - Train..

Setelah beberapa minggu melakukan perjalanan, ternyata traveling tuch ada effect addictive-nya. Jadi tidak heran jika Trinity banyak melakukan perjalanan. Karena menurutku seseorang yang sudah melakukan perjalanan sekali maka mereka ingin mengulangi dan mengulanginya lagi, mengeksplore berbagai tempat-tempat menarik lainnya. Mungkin pikiranku sama dengan pikiran mereka sang traveler addictive bahwa pengalaman hidup itu sebuah nilai yang sangat berharga dan tidak dapat di bayar dan dinilai dengan uang. Karena siapa saja bisa melakukan perjalanan dan bisa melihat sebuah tempat dari gambar-gambar yang ada, namun dengan mengunjunginya sendiri maka setiap orang mampu mendapatkan nilai atau sisi seni dari sudut pandang mereka sendiri, mampu menciptakan cerita-cerita mereka sendiri. Itulah yang saat ini kurasakan, aku jadi ketagihan buat jalan-jalan. Mumpung masih di Eropa, yang akses ke berbagai Negara schengen area dipermudah dengan schengen visa, free traveling. Membuatku semakin bersemangat buat mengabiskan seluruh wilajah…akan kujajah…!!!
Weekend kemarin aku sudah agendakan buat mendatangi pengajian yang diadalah persatuan pelajar Indonesia di Portugal (PPI Portugal). Pengajian yang katane jarang dilakukan ini akan dilakukan di Porto, sebuah kota pelajar dan kota pariwisata di bagian Utara Portugal. Perjalanan kesana harus ditempuh dengan kereta cepat, membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam, dengan biaya 20 euro.
System kereta di Eropa khususnya di Portugal (yang aku tahu) memiliki operasional yang cukup bagus. Jadwal yang tertata rapi, sampai menit-menitnya. Dengan system online yang dengan mudah penumpang bisa mengecek jadwal dan harga, serta booking secara online.
Pertama kali datang dan naik kereta membuatku takjub (culture shock) mungkin. Sampai-sampai aku salah naik kereta, untunglah jalur yang aku naiki masih sama, hanya saja jenis keretanya berbeda. Jadi aku harus turun dan ganti kereta, itu saja. Pengalaman lain dalam kereta adalah, terkunci dalam kereta, padahal harus segera turun. Waktu itu, aku pulang jalan-jalan larut malam. Jadi dari Porto aku naik kereta cepat ke Lisbon dan harus turun di Santarem. Karena Santarem bukan pemberhentian terakhir, jadi kereta hanya akan berhenti sejenak dan akan berjalan lagi. Aku sudah mengecek ke petugas tiket jam berapa kira-kira kereta akan sampai di Santarem. Hal ini sangat membantu karena ketepatan jadwal mereka 95% dapat dipercaya. Jadi dengan mengetahui waktu sampai disuatu tempat tujuan, kita bisa memperkirakan kapan harus bangun (jika tertidur), atau bahkan ada temen yang menyalakan alarm. Kalau aku bisanya diperjalanan dekat susah tidur, takut kebablasan.
Nah, waktu itu waktu sudah menunjukkan jam yang dikatakan oleh petugas tiket. Dan dari notifikasi yang terdengar sayup-sayup daalam bahasa portugis yang susah aku mengerti, sepertinya dikatakan bahwa “kereta anda sudah sampai Santarem” , akupun bergegas menuju pintu keluar, namun alangkah malangnya nasibku. Pintu tidak bisa dibuka. Menuju pintu selanjutnya bakalan butuh waktu lama dan kereta akan segera jalan. Kucongkel berkali-kali namun tetap tidak bisa dibuka. “mosok aku harus ke Lisbon? Jam segini gak ada kereta lagi buat balek ke Santarem” pikirku. Dalam emergency time itu, kenapa aku tidak coba pintu sebelah? Dan segera aku buka…brak…dan terbuka..namun…tinggi banget jarak kereta ke rel-nya. Ah. Apa boleh buat…akupun loncat. Pas banget selesai loncat, kereta berjalan. Alhamdulillah….aku tidak terbawa ke Lisbon malam ini.
Satu hal lagi yang sangat menarik dari ketepatan jadwal kereta disini adalah kesalahan melihat jadwal dan mengakibatkan keterlambatan. Suatu kali, aku dan beberapa teman akan menghadiri acara makan-makan di Braga (sebuah kota di paling ujung Utara Portugal sebelum Guimares). Makan-makan kali ini sangat special, bukan karena gratisannya, namun denger-denger ada masakan khas Indonesia (Rawon..khas Madura!!??) dan walaupun jauh-jauh dari Santarem akupun datang demi merasakan masakan itu.
Kebiasaan orang Indonesia yang menyepelekan waktu keterlambatan dan lebih baik datang 1 menit sebelum atau lebih baik terlambat dari pada tidak datang ternyata berimbas disini. Jadwal kereta sudah aku cek semalam sebelumnya, dan akupun sampai distasiun 5 menit sebelum kereta berangkat. Namun seorang teman, dia masih dalam perjalanan. Katane bangun kesiangan. Kamipun terpaksa memaksanya supaya datang cepat (mungkin dia pikir karena tinggal dekat dengan stasiun jadi gak bakalan telat). Namun pas banget temen itu datang, dan kami berlari menuju line 8 (saat itu kami di pintu masuk line 1), pas sampai di line 8, si kereta melambai-lambaikan tangannya melenggang meninggalkan kami yang tersengal-sengal kehabisan nafas karena harus lari turun-naik tangga.
Itulah, betapa waktu ternyata sangat berharga. Ketinggalan sepersekian menit membuat kami harus menunggu 1 jam lagi untuk kereta tujuan yang sama. Kebiasaan kita yang sering menyepelekan keterlambatan, membuang-buang waktu yang seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik. Sekarang baru belajar, alangkah baiknya jika datang lebih awal, lebih baik menunggu diawal 10-15 menit dari pada ditinggal dan harus menunggu lebih lama. Atau mencoba menerapkan nilai-nilai “lebih baik tidak usah datang jika bakalan terlambat”
Sedikit perjalanan yang menyisakan beberapa hal konyol dan menyenangkan, tak terduga dan membuat ingin mengulanginya lagi dan lagi. Sudah kurencanakan liburan natal dan tahun baru, liburan paskah, libur summer dan tentunya weekend. Indahnya lukisan hidup, hanya kita sendiri yang mampu menciptakannya untuk diri kita sendiri, maka akan kuwarnai hidupku disaat ada kesempatan…
Selamat jalan-jalan para traveler…

Tidak ada komentar: