Minggu, 11 November 2012

Tinggal di Asrama

Tinggal bersama disebuah komunitas multikultur dalam sebuah residence kampus merupakan sebuah kebanggaan tersendiri dan sebuah kelebihan dibandingkan dengan tinggal di apartemen atau menyewa rumah dengan komunitas yang homogeny atau bahkan komunitas individualism.
Pertama yang kubayangkan ketika dikatakan oleh sekretaris konsorsium bahwa nantinya aku akan mendapatkan tempat tinggal sebuah asrama. Bayanganku langsung melayang ke pengalaman tinggal di asrama waktu SMA dulu. Asrama yang satu ruangan besar dengan isi 8 – 10 orang, dengan tempat tidur bertingkat. Kalau teman yang tidur diatas bergerak, teman yang dibawah akan merasakan gerakan itu. Tidak ada tempat belajar khusus, hanya berjajar tempat tidur dan lemari kecil tempat menyimpan baju atau buku yang kami miliki. Atau asrama mahasiswa kampus yang sangat kumuh dengan ventilasi seadanya, tidak ada housekeeping, jadi kami membuat jadwal program bersih2 tiap minggunya.
Namun, kenyataan berkata lain. Ternyata disini (Eropa, khususnya Portugal) memiliki standar tersendiri dalam mengelola resident atau asrama mereka. Mereka membuat asrama berasa nyaman, ventilasi lebar yang siap dibuka dikala musim panas atau dapat ditutup dengan maksimal tanpa ada celah sedikitpun ketika musim dingin datang. Dalam asrama disediakan kamar yang ukurannya cukup luas berisi masing-masing 2 orang, dengan 2 lemari pakaian besar, meja belajar, malpu belajar, lampu tidur, lampu kamar. Fasilitas dikamar yang menarik lainnya selain tempat sepatu yang sudah disediakan berpasangan adalah tempat cuci tangan air mengalir, jadi kalau malam2 terbangun ingin ambil air wudhu, saya tidak usah susah2 keluar kamar.
Fasilitas pendukung lainnya adalah tempat memasak yang electric, diberikan fasilitas lemari es untuk menyimpan makanan. Kebanyakan dari kami, mahasiswa muslim lebih nyaman masak sendiri. Jadi persediaan bahan makanan akan tersimpan dengan baik di dapur ini. Dan fasilitas housekeeper yang membantu membersihkan kamar, hingga lantai serta sampah tidak menjadikan asrama kumuh.
Tempat mencuci, walaupun harus menyisihkan koin lagi sekitar 1,8 euro setiap kalo mencuci, namun cukup membantu karena tidak harus capek-capek kucek2 baju dikamar mandi. Kamar mandi dikhususkan buat mandi saja. Ada seorang temen yang dibela-belain membeli ember karena mungkin pengen ngirit mencuci sendiri malah dapat teguran, bahwa tidak boleh mencuci dikamar mandi.
Itu merupakan kenyataan lain yang kudapatkan, dan sangat terbayar dengan harga 98 euro/bulan. Beberapa teman di kota lain seperti Braga, Coimbra atau Porto bahkan harus merelakan lebih banyak euro-nya (180 – 350 euro/bulan) karena mereka mendapatkan fasilitas yang lebih bagus. Seperti tinggal sendiri dalam satu kamar, dapur ada dalam satu kamar, dicucikan, serta loker masak tersendiri dan dengan kunci. Ada harga, ada fasilitas.
Kelebihan lain yang kudapatkan dengan tinggal di asrama mahasiswa adalah seperti yang sudah saya singgung sedikit diawal. Kemungkinan bersinggungan dengan mahasiswa multikultur, multirase, multi bahasa dan multi agama, lebih besar. Setiap harinya kami harus berpapasan, berkomunikasi, dan saling membantu. Hal ini menjadikan self awareness akan cultural menjadi terbentuk. Bisa lebih toleran terhadap kebiasaan hidup orang lain.
Pernah diawal-awal datang, aku mencoba mendengarkan ayat alquran dengan volume sedang sambil nyetrika baju. Aku pikir, kamarku jadi bebas hawa-hawa panas atau jin gitu  eh…malah besoknya aku dapat complain, karena katanya “lain kali kalau mendengarkan music jangan keras-keras, mengganggu teman sebelah yang akan tidur..”. eh, iya, aku baru sadar, kalo aku lagi di luar negeri, mungkin waktu di Tangerang dulu, sudah kebiasaanku mendengarkan Tilawah dengan volume sedang, dan tidak ada yang complain, karena mereka (temen-temen) sebelah kamar juga enak-enak saja mendengarkan Tilawah. Namun disini lain.
Dengan seringnya bersinggungan dan bersentuhan dengan bahasa-bahasa asing. Menjadikanku lebih cepat dalam progress melancarkan komunikasi. Bahkan karena teman sekamarku dari Negara yang berbahasa portugis, maka aku bisa mendapatkan pelajaran dari percakapan-percakapan kami. Hal ini akan sangat beda dibandingkan dengan tinggal dalam komunitas homogen, sesame orang Indonesia misalnya. Mendapatkan pelajaran bagaimana setiap teman dari Negara lain mengerjakan tugasnya, ada yang sangat perfectionis walau kadang malah jadi salah kaprah, ada yang slow down…babeh… Namun demikian tinggal dalam sebuah komunitas heterogem dan multi habits ini tidaklah selalu positif, hal-hal yang tidak baik misalnya kehilangan barang di dapur, rebutan tempat masak, atau saling complain adalah suatu hal yang sering terjadi. Bagiku, yang kebetulan bahan makanan sangat beda dengan mereka, karena makanan pokok adalah nasi, sayur dan lauk. Maka jarang saya kehilangan barang. Yang ada adalah alat masak dipakai dan tidak dicuci. Untuk menyikapi hal ini, saya sering lebih baik menyimpan beberapa makanan di kamar, seperti roti, telur dan susu. Hal lain yang sebagai Indonesian kurang masuk akal adalah kebiasaan mereka berciuman didepan mata, bukan hanya cipika-cipiki namun benar-benar ciuman basah!! Ciuman di depan TV, ciuman di depan pintu, sambil makan juga sempat-sempatnya ciuman. Pernah suatu ketika aku lagi masak, dan dimeja makan lagi ada sepasang cowok-cewek lagi makan bareng, ehh….ditengah-tengah makan mereka ciuman basah berkali-kali…apa ya gak berasa bawang tuch ciumannya???
Namun demikian, ada kebiasaan menarik yang aku dapatkan selama hidup bersama dalam satu asrama ini. Kebiasaan menyapa dengan siapa saja saat berpapasan. Tidak cuman tersenyum/ menganggukkan kepala seperti kebiasaan di Indonesia. Namun mereka akan lebih senang jika di sapa dengan selamat pagi, selamat siang atau selamat malam. Kebiasaan lain yang bagus adalah kebiasaan mengetuk pintu. Walaupun tahu bahwa pintu itu tidak terkunci, namun kebiasaan ini menurutku bagus untuk menjaga privacy kalau2 orang yang lagi didalam ruangan sedang melakukan sesuatu (penilaianku…) dan tidak mengagetkan mereka.
Itulah sepenggal kisahku tinggal disebuah asrama mahasiswa di pinggiran kota Santarem, Portugal.

Tidak ada komentar: