Sabtu, 02 Oktober 2010

Nggrundel


Semakin lama aku rasakan semakin aneh saja, apa yang terjadi gerangan?
Berdasarkan evaluasi serampangan (kemampuan yang aku miliki memang bukan evaluasi secara ilmiah, karena hanya evaluasi berdasarkan subjektivitas diriku sendiri) mengindikasikan bahwa beban kerja yang ada tidak sebanding dengan jumlah ketersediaan SDM.
Hal inilah yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat (sehangat panas badan karena gangguan termoregulasi permanen) dikalangan bawah, nggak tahu kalau dikalangan lainnya.
Hangat-hangat nggak punya power, ya bisanya hanya nggrundel thok..

-------------

“Kayak gini namanya nggak adil banget ya…” Kedua temenku yang baru pulang kerja sambil membuka pintu kost sambil nggrundel, nada suaranya medhok njawani mesuh-mesuh, mirip kumur-kumur karena nada bicaranya yang cepat.
Aku yang sedang duduk didepan TV agak kaget, “Kenapa tho?” Tanyaku mencoba merespon pembicaraan temen kostku tersebut.
Dan cerita panjang lebar keluar dari kedua temenku tersebut, bagai curahan hati (curhat) panjang yang lama terpendam.
Usut punya usut ternyata ditempat kerja temen kostku tersebut sedang banyak kejadian aneh akhir-akhir ini, sistem kerja mereka yang katanya seperti dikejar-kejar maling, SDM yang kurang tapi dipaksakan.
“Seperti pabrik saja!” kata salah satu dari mereka.
“Bahkan anehnya lagi”, kata si Cungkring “Praktek KKN, dalam hal ini lebih difokuskan pada “N”-nya makin meraja lela saja”.
“Bagaimana tidak namanya nepotisme? Lha mentang-mentang dulu satu tempat pendidikan trus sekarang bisa masuk dalam kelompok kita tanpa ada saringan sama sekali” kata si Jambul sambil manyun-manyun mengekspresikan kesebalannya.

Aku hanya bisa menghela nafas panjang….

------------

Yah begitulah Indonesia mungkin, dalam hati aku hanya bisa berbisik, tidak hanya ditempat kerja kalian kok, dimana-mana juga bisa saja terjadi hal semacam itu. Mungkin ini sudah tradisi hidup dan prinsip kebersamaan yang dipahami oleh masyarakat Indonesia.
Dan praktek-praktek semacam itu kan seaka-akan sudah menjadi legal saja, atau karena si pelaku nggak tahu malu. Karena aku rasa semua orang sekarang ini sudah paham tentang wacana-wacana kemerosotan martabat bangsa karena tingkah laku masyarakatnya dengan menjamurnya praktek-praktek nggak fair ini.

------------

Pasti semua tahu tentang nepotisme, kata yang berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya (Wikipedia)
Yup, NEPOTISME, bro…semua orang sudah memahaminya, dan sebenarnya hanya tinggal bagaimana diri kita bisa mencoba dari dalam diri untuk menghindarinya, memutus lintasan-lintasan pikiran yang menjurus ke nepotisme dan akhirnya bisa deh menghilangkan kultur yang nggak beres ini.

Satu hal lagi yang sebenarnya aneh, kadang-kadang praktek ini dilakukan secara serampangan, mending kalo yang jadi target nepotisme itu orang yang qualified dibidangnya, lha kenyataanya bisa berbalik 3240 derajat. Sembilan kali bolak-balik Alias O besar…..gak mutu blas.
Ah merepotkan saja.

------------

Ya itu tadi, layaknya teriak didalam laut kedalaman 100 meter, walaupun teriak sekeras mungkin ya nggak bakal kedengar, untung masih bisa teriak, lha bisa-bisa malah tenggelam dan hanyut nggak tersisa.

“Nggegrundel” aku cari di kamus bahasa jawa nggak ketemu artinya, cuman ak searching di google artinya bisa saja “ribut dibelakang (dalam hati saja)”.
Ya, itulah mungkin, karena kadang kala efek nepotisme dirasakan oleh orang-orang yang berada di sekitar objek nepotisme sehingga merekalah yang selalu rebut-ribut dibelakang, yah…hanya dibelakang….nggak punya power sich…
“Manyun..” :-(

1 komentar:

Okti Eko mengatakan...

aku pernah denger kl nggrundel itu kayak blangkon...
blangkon itu di depannya mulus, rata, datar, tapi dibelakangnya ada kondenya.
sama seperti orang nggrundel itu tadi, didepan orangnya iya..iya.. tapi dibelakangnya siapa tau..