Selasa, 05 Oktober 2010

Faktor "U"


Aku meminjam istilah factor “u” dari buku the naked traveler-nya trinity. “U” disini kependekan dari usia atau umur.
Kata yang kadang sangat sensitive ini menjadi sangat penting dan berharga pada kesempatan dimana seseorang diberikan kepercayaan untuk mendedikasikan factor “u” –nya kepada publik.
Faktor “u” sekali lagi bukan uang, namun jumlah kumulatif tahun hidup seseorang dimuka bumi ini, yup, Umur atau Usia.

---------------

Barangkali memori kita masih ingat dengan iklan sebuah produk “pembakaran tembakau”, dengan kata-katanya “Yang Belum Tua Belum Boleh Bicara”, alias yang boleh ngomong ya yang berumur saja, alias yang sudah malang melintang ratusan juta jam kerja di dunia persilatan ini baru dech di denger tuch suara emasnya (kayak penyanyi saja…).
Mungkin sindiran itu bukan tidak berdasar, karena kultur adat ketimuran Indonesia (lagi-lagi kultur Indonesia yang menjunjung adat ngajeni orang yang lebih tua) memang seperti itu. Tidak selamanya salah sich, cuman akan menjadi sebuah bencana jika pikiran-pikiran kolotnya masih dipertahankan.

--------------

Dari hasil pengamatan sepihak yang aku lakukan, bukan ilmiah karena tidak menggunakan metodologi, serampangan saja karena berdasarkan subjektivitas “aku” sendiri. Mengindikasikan bahwa fenomena kelolotan berdasarkan factor “u” masih juga ada diberbagai lini di negeri tercinta ini.
Hal yang mendasar yang aku kurang suka dengan siapa yang sudah banyak makan asam garam (sudah hampir berapa ton tuch…? Heheheee istilah saja ya…) dia yang boleh “bicara” adalah karena ideologi mereka yang akan sangat sulit dirubah.

--------------

“Bicara” disini memiliki arti yang dalam. Memang dalam UUD 1945 pasal 28E berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dimana mengeluarkan pendapat adalah hak asasi manusia yang bisa dikeluarkan dengan suara/bicara, tulisan maupun tindakan.
Namun kata “bicara” dalam kiasan diatas adalah, suara yang memiliki power, suara yang bisa mempengaruhi orang, suara yang bisa merubah dunia menjadi terbalik (barangkali…..).
Intinya “hak bicara” yang sekarang di aplikasikan masih menggunakan pola, factor “u” sama dengan boleh bersuara.

Kembali lagi ke factor “U”. Banyak terjadi karena “U”nya sudah pangkat lima ( U5 ) kemudian akan dijadikan acuan bahwa suaranya emas, suaranya merdu, suaranya menghibur, dll…..lho, memangnya biduan dangdut? Hehehe…ya pokoknya itu… Padahal, dengan “U” pangkat lima, karena saking merdu suaranya malah bisa bikin tidur pules. Alias nothing, STD, ideologi lama, menyadur, mengekor, gak ada kreatifitasnya blas…

-----------------

Hasil pemikiran mendalamku menyimpulkan bahwa (cie….pemikiran mendalam, bilang saja kalau asal ngomong….hehehehe) :
1.Semakin pangkat “U”-nya makin banyak, seseorang akan semakin dewasa, namun semakin kekanak-kanakan. Lihat saja….pasti akan lebih sensitif, semakin slow motion (kayak bayi merangkak….cek..cek…), imunitas lemah (bayi….lagi), dll.
2.Kreatifitas akan semakin menurun karena ideology yang tertanam dalam pola pikirnya ya ideology jaman belanda dulu (kale…..), ya liat saja, kadang-kadang kolotnya…..minta ampun dech.
3.Daya saing kurang, hanya mengikuti prosedur yang ada, menjalankan kereta berdasarkan rel yang lurus, beranikah mencoba keluar jalur atau bikin sensasi? Aku ragu…bahkan bisa bilang gak akan berani, karena pasti akan kehilangan apa yang sedang di-"pegang"-nya….
4.Segi positifnya ya apabila ada yang dengan “U” pangkat 6 tetapi masih gaul, bisa diajak having fun bareng (ada gak ya…..??), selalu update status di facebook. Ini mah kayaknya ke-ganjen-an dech..

----------------------------------

Nah, dampak yang akan terjadi dari itu kira-kira apa? Ini nih :
1.Produktivitas menurun. Ya bayangkan saja, dengan factor “U” yang berpangkat-pangkat, menjadikan seseorang tidak kuat goncangan, mudah tumbang, mudah goyah, lemah. Kalau diibaratkan sebuah mesin yang sudah aus pasti sering mogok.
2.Stagnan, alias mandeg. Ya karena kreatifitasnya kurang, jadi ya nggak bakalan membikin gebrakan-gebrakan. Adanya ya itu tadi, mengekor…
3.Udah itu saja, kale…

Sebenarnya aku bukannya nggak suka dengan factor “U” yang masih dikedepankan, namun liat-liat dunk…kasihan kan merekanya yang bersangkutan.

Tidak ada komentar: