Kamis, 13 Desember 2012

Makanan halal dan non halal serta justifikasinya..

Kalau merencanakan menjadi warga internasional, persiapkanlah segudang jawaban mengenai pertanyaan seperti judul tulisan ini. Tidak usah jawaban yang njelimet dan membutuhkan dahi berkerut karena saking beratnya, namun jawaban yang simple-simple saja. Kebanyakan mereka akan bertanya karena memang mereka belum pernah tahu dan mereka juga baru kali ini bersinggungan dengan manusia yang berbeda agama. Jadi jangan merasa diintimidasi atau rasisme, namun mereka memang ingin tahu.
Kalau di Negara kita yang warga negaranya multi agama mungkin akan sangat mudah menjumpai perbedaan-perbedaan dan secara tidak langsung kita akan menjadi toleran dan sudah bisa memahami. Namun bagi mereka yang hidup di Negara yang bukan multi agama, mereka memang benar-benar tidak tahu. Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, mereka ingin tahu dan tugas kita hanya menjelaskan semampu kita. Tidak usah terbebani hingga menginginkan mereka merubah pandangan, sekedar menjelaskan saja. Aku sudah sering membaca diberbagai buku perjalanan dan pengalaman tinggal di multicultur, seperti bukunya Hanum misalnya. Dibuku tersebut juga disentuh mengenai keingintahuan temen kerja suaminya Hanum mengenai makanan halal dan pertanyaan yang berhubungan dengannya. Dan akupun sudah memperkirakan bahwa nantinya aku akan mendapatkan pertanyaan yang sama.
Namun, ternyata menjelaskan itu tidak mudah. Butuh ketelatenan dan kesabaran. Kadang aku merasa diintimidasi dan diinterogasi, padahal ternyata mereka memang antusias pengen tahu. Dan mereka dengan jujur, “saya benar-benar belum pernah mendapatkan konsep mengenai makanan halal, jadi tolong di jelaskan”…atau seorang colega yang menanyakan “kenapa gak ikutan minum bir? Wine? Kalau gak boleh minum kan boleh mencicipi…” bahkan kadang pertanyaan akan sampai kepada hal-hal yang sifatnya sensitive dan membuat kuping memerah. Namun percayalah, bahwa itu bukan karena mereka ingin memojokkan dan tidak suka dengan kebiasaan kita (muslim) namun karena mereka ingin tahu.
Kalau dosenku mereka menanyakan hingga bagaimana perasaan ketika berhubungan dengan pasien yang lain agama, apa definisi perbuatan yang baik dan dibolehkan dan justifikasi kenapa tidak boleh minum alcohol.
Kadang mereka memang cukup kritis dan aku hanya mencoba menjawab setahuku saja, ya maklum karena aku tidak tahu mengenai hadiz jadinya ya aku jawab dengan bahasaku sendiri. Seperti mengenai halal dan non halal. Bahwa dalam Al-Quran sudah ditulis mengenai hal-hal tersebut, tugas saya hanya mengikuti peraturan yang sudah ada. Hal-hal yang dilarang juga sudah tercantum, dan harus diikuti.
Makanan halal itu dibagi menjadi dua, yaitu cara menyembelihnya dan asal makanannya. Menyembelih harus dengan cara islam, dengan membaca bismillah. Bahasa yang sering aku gunakan adalah “Kill without bismillahh…atau kill with bismillah” dan mereka akan ngangguk-ngangguk tanda mengerti. Hal tersebut menyebabkan daging ayam atau daging sapi menjadi halal atau tidak halal. Satu lagi dari asal makanannya. Makanan yang mengandung babi, unsure-unsur babi serta alcohol juga dilarang karena tidak halal.
Mengenai justifikasi, kadang susah juga menjelaskannya. Karena mereka sukanya mendapatkan jawaban yang rasional. Jawaban yang biasanya aku pake buat menenangkan mereka adalah, kalo alcohol pasti akan menyebabkan mabuk, sedikitpun saya minum pasti akan mabuk karena tidak pernah sama sekali. Trus aku tambahkan saja, mungkin untuk kesehatan kalo di negaraku ada konsep minum air putih 8 gelas per hari, kalo kalian 8 gelas bir per hari ya…dan kamipun tertawa. Menganai babi..aku masih susah menemukan jawaban yang mudah di terima. Aku bilang saja, di Al-Quran dikatakan seperti itu, sambil senyum.
Bahkan kadang perbincangan menjalar kehubungan interpersonal antara perawat dan pasien. Dosenku yang mengatakan dirinya atheis menanyakan, bagaimana perasaan kamu saat bersentukan atau berinteraksi dengan orang yang beda agama. Mungkin bagi mereka yang baru berkenalan dengan orang yang berbeda agama atau kepercayaan akan merasa lain dan banyak pantangan dalam hubungan antar manusia juga. Namun bagiku, yang sudah terbiasa dengan multi cultur dan multi agama dalam kehidupan sehari-hari menjadikan nilai-nilai toleransi dan saling memahami antar sesame sudah terjalin.
Bagi mereka mungkin sebaliknya. Mengenai hubungan dengan pasien aku katakana, aku tidak pernah membawa agama dan kepercayaan dalam hubungan dengan pasien. Saya tidak memandang agama dan kepercayaan mereka, saya hanya memandang bahwa pasien itu adalah individu yang membutuhkan bantuan saya. Mereka punya nilai tersendiri itu urusan mereka, karena pada dasarnya manusia itu unik dan memiliki kepercayaannya mereka sendiri. Dosenkupun mengatakan bahwa dia sangat senang berinteraksi dengan multicultur, dia bisa banyak belajar mengenai toleransi. Dia mengatakan bahwa dengan hubungan interpersonal seperti inilah ternyata sebaik-baiknya pembelajaran hidup.
Satu hal yang aku tarik pelajaran dari peristiwa percakapan mengenai makanan halal, non halal, ataupun perbincangan mengenai perilaku keagamaan membuatku menarik kesimpulan bahwa mereka menjadi seperti ini karena mereka sejak kecil tidak dikenalkan mengenai agama. Mereka sama sekali tidak pernah menerima pembelajaran mengenai pentingnya agama apalagi diskusi mengenai agama. Orang tua dan nenek moyang mereka membawa kebiasaan antipati terhadap agama sehingga kebiasaan-kebiasaan itu menjadi kultur hingga sekarang. Dan bisa dibayangkan mengenai generasi muda-muda saat ini yang banyak menghabiskan waktunya dengan hura-hura, party, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Bisa dibayangkan apabila nilai-nilai agama diperkenalkan dan di tanamkan, maka sangat mungkin dan bukan mustahil jika mereka akan beragama dan lebih bisa menghargai hidup dan lebih beradab.
Aku sangat bersyukur sudah dilahirkan di keluarga yang menanamkan nilai-nilai agama sejak saya kecil. Agama Islam yang sangat aku cintai ini mengajarkan mengenai toleransi, lingkungan di Indonesia yang multi agama menjadikanku belajar banyak mengenai perbedaan dan perilaku mereka yang tidak sama namun memberikan nilai-nilai tersendiri.

1 komentar:

INDRI mengatakan...

Assalam.

Mas Bejo, Maaf, beberapa hari ini saya sakit, jadi belum bisa balas pesan mas Bejo.

Fb saya sedang non aktif sementara ini.

Mas Bejo Emailnya apa ya? nanti biar Timeline project sy kirim by Email saja ya. InsyaAllah sdh jadi timlinenya, tinggal sy kirim ke mas Bejo. trimakasih.

Salam
Indri