Minggu, 26 Juni 2011

Profesor kok Supporting, doang…

Aku terduduk sayu di sofa empuk sebuah ruangan presiden suit sebuah tempat yang sudah terakdreditasi Internasional. Bukan karena tidak tahu harus ngapain di tempat sebagus ini, tapi sumpah gak ada yang bisa dikerjakan. Mending-mending kalo disitu aku berlibur, nah aku disitu tak ubahnya sebagai PRT yang nungguin majikannya sedang tidur!!!

Sebentar kemudian sang majikan terbangun karena BB dia bunyi, dan beberapa saat kemudian aku harus menawarkan dia makan pagi karena harus segera minum obat, selanjutnya menawarkan mandi, gosok gigi, buang air atau kalau perlu pelayanan massage kalee…

Itu sepenggal kisah yang kemarin sempat aku keluhkan pada seorang teman, biasalah…keluh kesah merenungi nasib menjadi bagian dari “supporting profesion”.
Ups, nggak boleh mengeluh. Semua hal yang ada didunia ini sekecil apapun itu pasti ada artinya, semua bagaikan sebuah bangunan, kalo ada satu genteng atap yang bocor pasti seisi bangunan tersebut akan merasa nggak nyaman karena bakalan kebanjiran saat hujan turun.

Tapi sungguh, aku bukan masalah mengeluh itu yang aku kedepankan, tapi masalah bagaimana memikirkan profesi ini kedepannya, mengkritisi apa yang sepenuhnya semua anggota profesi selalu alami.

Aku telah dididik untuk menjadi bagian dari profesi yang sangat mulia, profesi yang katanya akan mendapatkan balasan pahala diakhirat nantinya, ough…betapa menggiurkannya. Namun demikian, apakah hanya karena alasan Akhirat semata kemudian kita tidak berfikir mengenai bagaimana menumbuhkan rasa ke-ber-nilai-an dari profesi ini?

Ke-ber-NILAI-an tidak hanya dipandang dari satu ini, selayaknya pengakuan yang secara comprehensive akan ditanggung oleh profesi yang diunggulkan, tahu sendiri kan? Profesi apa itu….Namun hal ini sudah sepantasnya menjadi bagian terpenting yang dievaluasi dan segera ditindaklanjuti.

Bagaimana mungkin seorang yang hanya melakukan hal-hal sepele seperti itu harus dilakukan oleh seorang ilmuwan hingga professor? Ach…itu kan bisa dilakukan oleh PRT.
Salah kaprah adalah kunci jawaban yang pasti, kenapa hingga kini sebuah profesi agung ini belum menjadi berarti, salah kaprah yang telah dilakukan oleh kita sendiri, salah dalam mendefinisikan dan mengdepankan keilmuan, malah sebaliknya, kita begitu terfokus pada kemampuan fisik, penampilan fisik, kemampuan otot dalam angkat-angkat…tapi nilai kekritisan dan ke-elegan-an NOL besar.

Jadi, perlukan hanya sebagai supporting profession berpendidikan hingga professor?

Tidak ada komentar: