Rabu, 27 Juni 2012

Mengukir Kisah di Benua Biru

Oleh : Bejo Utomo

Judul Buku : Beasiswa Erasmus Mundus : The Stories Behind

Penulis : Alumni EM Indonesia

Penerbit : Kurniaesa Publishing

Tebal : 193 Halaman
Melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi adalah keinginan setiap orang. Ada yang dengan terang-terangan mengungkapkan keinginannya, ada pula yang secara diam-diam menyimpan mimpinya tersebut hingga seiring waktu bergulir, mimpi dan keinginan ada yang menjadi nyata, ada juga yang tergilas kepentingan-kepentingan yang lain hingga mimpi menguap tak berbekas.

Pendidikan berkelanjutan akan memberikan kesempatan bagi pelakunya untuk mendapatkan tempaan baru hingga mampu mengubah pola pikir dan arah pandang terhadap kehidupan. Sehingga si pelaku akan menjadi lebih kebal terhadap paparan dan lebih peka terhadap gelombang perubahaan arah kehidupan.

Bagi warga Negara Indonesia, menempuh pendidikan merupakan hal yang cukup mahal. Mahal akan biaya, mahal akan akses pendidikan, dan mahal akan kemauan.

Menjadi masalah krusial ketika pendidikan di negeri sendiri sudah tidak lagi dapat diakses oleh semua lini kehidupan masyarakat Indonesia yang cukup majemuk ini. HIngga kuliah ke luar negeri dengan fasilitas beasiswa kemudian banyak di lirik bagi pengejar mimpi yang haus akan ilmu dan pengalaman hidup. Karena dengan fasilitas inilah, si pelaku akan mampu meraih mimpi dan keinginan-keinginan terpendamnya hingga menjadi nyata.

Dalam buku “Beasiswa Erasmus Mundus : the stories behind” yang ditulis oleh alumni-alumni EM Indonesia, sebagai pendahulu penerima beasiswa Erasmus Mundus. Mereka memaparkan bagaimana mimpi-mimpi menjadi nyata hingga mereka mengukir sebagian kisah hidupnya dibenua Eropa, benua yang barangkali sebagian orang hanya berkhayal atau sebagain malah tidak pernah tahu dibelahan mana benua Eropa itu.

Dalam buku ini, terdapat sedikitnya 15 penyumbang kisah inspiratif dan motivatif, yang ketika membacanya anda akan terasa dibawa mengikuti kisah-kisah mereka, dibawa mengaruhi di berbagai Negara di benua Eropa.

Seperti yang diungkapkan oleh salah satu penyumbang kisah, Anggiet Arifefianto (NOHA Mundus 2006), bahwa mendapatkan beasiswa Erasmus mundus ini, bukan hanya sekedar mendapat gelar. Namun Anggiet mengungkapkan bahwa mendapatkan beasiswa dan belajar di luar negeri adalah sebuah masa pembelajaran, tidak sebatas pembelajaran akademik namun pembelajaran dan pembentukan kharakter. Dan demikian Anggiet menuliskan secara mendalam bahwa pendidikan adalah kunci untuk keluar dari kemiskinan, sebuah investasi yang mahal yang harus dikejar dengan ketekunan, keberanian, tanpa patah semangat dan banyak berdoa tentunya (Hal 36)

Selain kelebihan belajar di luar negeri seperti yang di ungkapkan oleh Anggiet, Renar Berandi (NOHA Mundus 2008), yang mengungkapkan mengenai banyaknya pembelajaran yang didapat ketika mendapatkan beasiswa Erasmus mundus, terutama pembelajaran budaya dan bahasa baru. Hal ini tentunya berkaitan dengan tradisi beasiswa Erasmus mundus itu sendiri, dimana penerima beasiswa akan mendapatkan kesempatan belajar di minimal 3 universitas di Negara yang berbeda, sehingga memungkinkan mahasiswa tidak gegar budayam tidak kuper lagi. Penerima beasiswa akan di asah menjadi manusia universal, warga internasional yang berwawasan dan berkharakter. Hebat sekali.

Itu hanya sebagian kisah-kisah yang di satukan dalam buku ini, banyak penggalan kisah lainnya yang akan membawa pembaca memahami bagaimana memulai proses pengajuan beasiswa, selayang pandang beasiswa Erasmus mundus itu sendiri juga diungkapkan. Bahkan bagaimana tips dan trik hidup di Eropa juga akan sering di singgung oleh beberapa penyumbang kisah.

Saya pikir, tidak rugi memiliki buku “Beasiswa Erasmus Mundus : The Stories Behind” ini, dengan harga 50rb saja, setebal 193 halaman, telah membawa mimpi saya tetap membara. Yang Alhamdulillah, di tahun ini. Mimpi itu menjadi nyata, saya diterima mendapatkan beasiswa Erasmus Mundus untuk program Emergency and Critical Care Nursing yang akan di mulai bulan September tahun ini. Bismillah..